REVIEW BOOK PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
CRITICAL BOOK REVIEW (CBR)
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
KELENGKAPAN BUKU
Buku pertama
1.
Judul
Buku : Pradigma Baru
Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah di Perguruan Tinggi
2. Pengarang : Winarno, S.Pd, M.Si
3. Penerbit : Sinar Grafika
Offset
4. Tahun
Terbit : 2007
5. Kota
Terbit : Jakarta
6. Hal.
dan Tebal buku : 225 hal
7. ISBN : 978-979-010-178-4
8. Foto
Sampul :
Buku Kedua
1.
Judul
Buku : Pendidikan
Kewarganegaraan “Mewujudkan Masyarakat
Madani”
2. Pengarang : Sarbaini Saleh,
S.Sos., M.Si
3. Penerbit : Citapustaka Media
Perintis
4. Tahun
Terbit : November 2008
5. Kota
Terbit : Bandung
6. Hal.
dan Tebal buku : 80 hal, 14,8x21
cm
7. ISBN :
978-602-9434-75-0
8. Foto
Sampul :
BAB I
PENDAHULUAN
Ada sebagian
masyarakat yang merasa dirinya tidak tersentuh oleh pemerintah. Dalam artian
pemerintah tidak membantu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari- harinya, tidak
memperdulikan pendidikan dirinya dan keluarganya, tidak mengobati penyakit yang
dideritanya dan lain sebagainya yang menggambarkan seakan-akan pemerintah tidak
melihat penderitaan yang dirasakan mereka. Dengan demikian mereka menanyakan
hak –hak mereka.
Akankah hak
–hak mereka diabaikan begitu saja.atau jangan-jangan hal semacam itu memang
bukan hak mereka? Kalau memang bantuan pemerintah kepada mereka itu adalah hak
yang harus diterima mereka, tapi mengapa bantuan itu belum juga datang?
Selain
mereka yang merasa hak-haknya sebagai warga Negara belum didapat, ada
juga orang orang yang benar-benar hak mereka sebagai warga negara telah
didapat, akan tetapi mereka tidak mau menunaikan kewajibanya sebagai
warganegara. Mereka tidak mau membela negaranya dikala hak paten seni-seni
kebudayaaan Indonesia di bajak dan di akui oleh negara lain.
Dan bahkan
mereka banyak mencuri hak – hak rakyat jelata demi kepentingan perutnya
sendiri. Sungguh masih banyak lagi fenomena fenomena yang menimpa negeri ini.
Akankah ini terjadi karena kekurang pahaman masyarakat tentang hak dan
kewajibanya sebagagai warga negara? Atau mereka paham tentang itu,
akan tetepi karena hawa nafsu syaitoniyah- nya telah menguasai akal pikiranya
sehingga telah tertutup kebaikan di dalam jiwanya.
1. Untuk mempelajari tentang hak dan kewajiban warga negara sebagai
anggota masyarakat
3. Untuk memberikan pengetahuan kepada para pembaca tentang hak dan kewajiban WNRI berdasarkan UUD 1945
4. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan ( Civics
Education)
2.
Berpartisipasi secara aktif dan
bertanggung jawab, serta bertindak secara cerdas dalam kegiatan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
3.
Berkembang secara positif dan demokratis
untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia
agar dapat hidup secara berdampingan dengan sesama;
4. Berinteraksi
dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak
langsung dengan memenfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
BAB II
ISI BUKU
·
BUKU UTAMA
BAB I DASAR DAN IDIOLOGI NASIONAL
A. Pancasila sebagai Filsafat dan
Dasar Negara
Untuk
mengetahui secara mendalam tentang Pancasila, perlu digunakan pendekatan
lilosolis. Memahami Pancasila dalam pendekatan filsafat adalah pengetahuan
mendalam tentang Pancasila. Dalam hal ini Filsafat Pancasila dapat
didefinisikan sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila dalam
bangunan bangsa dan negara indonesia (Syarbaini, 2003). Lebih jauh dalam
memahami hakikat Pancasila sebagai fil safat maka perlu dianalisis nilai inti
dari Pancasila.
1. Nilai Yang Terkandung dalam
Pancasila
Mengacu
kepada pemikiran filsafati, keberadaan Pancasila sebagai filsafat pada
hakikatnya merupakan suatu nilai (Kaelan, 2000). Rumusan Pancasila sebagaimana
yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV adalah“ sebagai berikut:
a.
Ketuhanan Yang Maha Esa
b.
Kemanusiaan Yang adil dan beradab
c.
Persatuan Indonesia
d.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan
perwakilan
e.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ciri-ciri
dari nilai adalah sebagai berikut: (a)sesuatu realitas abstrak, (b) bersifat
normatif, (c) sebagai motivator (daya dorong) manusia dalam bertindak.
Dengan
demikian, dalam kehidupan bagaimanapun nilai tersebut banyak sekali ragam dan
jenisnya. Karena itu nilai dapat golongkan, sehingga nilai memiliki tingkatan.
tingkatan,sebagaimana menurut Notonegoro, yaitu:
a.
nilai materil, sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia
b.
Nilai vital, sesuatu yang berguna bagi manusia ntuk dapat melaksanakan kegiatan
c.
Nilai kerohanian yang dibedakan menjadi empat bagian, yaitu: nilai kebenaran
bersumber pada akal pikir manusia (rasio, budi, cipta); nilai estetika
(keindahan) bersumber pada rasa manusia, nilai kebaikan atau nilai moral
bersumber pada kehendak kera, karsa, hati, nurani manusia,
~
nilai religius (ketuhanan) bersifat mutlak bersumber pada keyakinan
manusia.
Dalam
Filsafat Pancasila juga disebutkan bahwa ada tiga tingkatan nilai, yaitu nilai
dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis.
1.
Nilai Dasar
Nilai
yang mendasari nilai instrumental. Nilai dasar yaitu asas-asas yang kita terima
sebagai dalil yang bersifat sedikit banyak mutlak. Kita menerima nilai dasar
itu sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan lagi.
2.
Nilai Instrumental
Nilai
sebagai pelaksanaan umum dari nilai dasar. Umumnya berbentuk norma sosial dan
norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme
lembaga-lembaga negara.
3.
Nilai Praksis
Nilai
yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai praksis sesungguhnya
menjadi batu ujian, apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar
hidup dalam masyarakat Indonesia.
2. Perwujudan Nilai Pancasila
sebagai Bernegara
Sesungguhnya
ada hubungan antara nilai dengan norm Norma atau kaidah adalah aturan pedoman
bagi manusia dalam berperilaku sebagai perwujudan nilai. Sedangkan nilai yang
abstrak dan normatif dijabarkan dalam wujud norma. Suatu nilai mustahil dapat
menjadi acuan berperilaku kalau tidak diwujudkan dalam suatu norma. Dengan
demikian pada dasarnya norma adalah perwujudan dari nilai. Dengan begitu. tanpa
dibuatkan norma, maka nilai tidak bisa praksis artinya tidak mampu berfungsi
konkrit dalam kehidupan sehari-hari para warga negara .
a.
Norma Agama
Moral
ini disebut juga dengan norma religi atas kepercayaan. Norma kepercayaan atau
keagamaan ditujukan kepada kehidupan beriman. Norma ini ditujukan terhadap
kewajiban manusia kepada Tuhan dan dirinya sendiri. Sumber norma ini adalah
ajaran-ajaran kepercayaan atau agama yang oleh pengikut-pengikutnya dianggap
sebagai perintah Tuhan. Maka Tuhanlah yang mengancam pelanggaran-pelanggaran
norma kepercayaan atau agama itu dengan sanksi.
b.
Norma Moral (etik)
Keberadaan
norma ini disebut juga dengan norma kesusilaan atau etika atau budi pekerti.
Norma moral atau etik adalah norma yang paling dasar. Norma moral menentukan
bagaimana kita menilai seseorang. Norma kesusilaan berhubungan dengan manusia
sebagai individu karena manyangkut kehidupan pribadi. Asal atau sumber norma
kesusilaan adalah dari manusia sendiri yang bersifat otonom dan tidak dan tidak
ditujukan kepada sikap lahir, tetapi ditujukan kepada sikap batin manusia
sanksi atas pelanggaran norma moral berasal dari diri sendiri.
c.
Norma Kesopanan
Dalam
hal ini, norma kesopanan disebut juga norma adat, sopan santun, tata krama atau
norma fatsoen. Maka norma sopan santun didasarkan atas kebiasaan bersama,
kepatuhan, atau kepantasan yang berlaku dalam masyarakat. Daerah berlakunya
norma kesopanan itu sempit., terbatas secara lokal atau pribadi. Sopan santun
di suatu daerah tidak sama dengan apa yang berlaku di daerah lain. Berbeda
lapiran msyarakat maka mungkin saja berbeda hal hal yang berkenaan dengan sopan
santunnya. Sanksi atas pelanggaran norma kesopana berasal dari masyarakat
setempat.
d.
Norma Hukum
Adapun
norma hukum berasal dari luar diri manusia. Dalam hal ini norma hukum berasal
dari kekuasaan luar dari manusia yang memaksakan kepada kita. Masyarakat secara
resmi (negara) diberi kuasa untuk memberi sanksi atau menjatuhkan hukuman.
Dalam hal ini pengadilanlah sebagai lembaga yang mewakili masyarakat resmi
untuk menjatuhkan hukuman.
Sebagai
seperangkat nilai dasar, Pancasila harus dijabarkan ke dalam norma agar praksis
dalam kehidupan berbangsa. Norma yang tepat sebagai penjabaran atas nilai dasar
Pancasila tersebut adalah norma etik dan norma hukum. Pancasila dijabarkan
sebagai norma etik karena pada dasarnya nilai-nilai dasar Pancasila adalah
nilai-nilai moral. Jadi Pancasila menjadi semcam etika perilaku para
penyelenggara negara dan masyarakat Indonesia agar sejalan dengan nilai
normatif itu sendiri.
a.
Etika Sosial dan Budaya
Dalam
konteks ini, etika tersebut bertitik tolak dari rasa manusiaan yang mendalam
dengan menampilkan kembali sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling
menghargai, ling mencintai, dan tolong menolong di antara sesama manusia dan
anak bangsa.
b.
Etika Pemerintahan dan Politik
Keberadaan
etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan emerintahan yang bersih, efisien, dan
efektif serta enumbuhkan suasana politik yang demokratis yang .ercirikan
keterbukaan, rasa bertanggung jawab, tanggap akan aspirasi masyarakat,
menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat
yang lebih oenar walau datang dari orang per orang ataupun kelompok orang serta
menjunjung tinggi hak asasi manusia, etika pemerintahan mengamanatkan agar
pejabat memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada
publik, siap mundur apabila merasa dirinya telah melanggar kaidah dan sistem
nilai ataupun dianggap tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa dan
negara.
C.
Etika Ekonomi dan Bisnis
Keberadaan
etika ini dimaksudkan agar prinsip perilaku, baik oleh pribadi, isntitusi
maupun pengambilan keputusan dalam bidang ekonomi, dapat melahirkan ini dan
realitas ekonomi yang bercirikan persaingan yang jujur berkeadilan, mendorong
berkembangnya etis kerja ekonomi daya tahan ekonomui, kemampuan saing, dan
tercipta, suasana kondusif, untuk pemberdayaan ekonomi rakyat melalui
usaha-usaha bersama secara berkesinambungan. Menghindarkan terjadinya
praktik-praktik monopoli, oligopoli kebijakan ekonomi yang bernuansa KKN,
maupun rasial yang bedampak negatif terhadap efisiensi, persaingan sehat, dan
keadilan, serta menghindarkan perilaku menghalalkan ; cara dalam memperoleh
keuntungan ekonomi pribadi.
d.
Etika Penegakan Hukum Yang Berkeadilan
Sejatinya,
etika ini dimaksudkan untu menumb kesadaran bahwa tertib sosial, ketenangan dan
ket hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ke terhadap hukum dan seluruh
peraturan yang ada. Keseluruhan aturan hukum yang menjamin tegaknya supremasi
hukum sejalan dengan dan menuju kepada pemenuhan rasa keadilan yang hidup dan
berkembang di dalam masyarakat.
e.
Etika Keilmuan dan Disiplin Kehidupan
Kedudukan
etika keilmuan dapat diwujudkan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai ilmu
pengetahuan dan teknologi agar mampu berpikir rasional, kritis, logis, dan
objektif. Dengan demikian, etika ini ditampilkan secara pribadi maupun kolektif
dalam perilaku gemar membaca, belajar, meneliti, menulis, membahas dan kreatif
dalam menciptakan karya-karya baru serta secara bersama-sama menciptakan iklim
kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Etika disiplin
kehoidupan menegaskan pentingnya budaya kerja keras dengan menghargai dan
memanfaatkan waktu, disiplin, dalam berpikir dan berbuat serta menepati janji
dan komitmen diri untuk mencapai hasil yang terbaik. Selain itu, etika ini men
dorong tumbuhnya kemampuan menghargai hambatan, rintangan, dan tantangan dalam
kehidupan, mampu mengubah tantangan menjadi peluang, mampu menumbuhkan
kreativitas untuk penciptaan kesempatan baru dan tahan uji serta pantang
menyerah.
B. Makna Pancasila sebagai
Dasar Negara dan Ideologi
1.
Pancasila sebagai Dasar Negara
Kedudukan
utama Pancasila bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebagai dasar
negara. Pernyataan demikian berdasarkan ketentuan Pembukaan UUD 1945 yang
menyatakan bahwa: ”...maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu
dalam suatu Undang. Undang Dasar Negara lndonesia yang terbentuk dalam suatu
susunan Negara Republik indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan
kepada ketuhanan yang maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, perasatuan
Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan dan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia”. Kata “berdasarkan” tersebut secara jelas
menyatakan bahwa Pancasila yang terdiri atas lima sila merupakan dasar dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.
Perwujudan Ideologi Pancasila sebagai cita-cita Bernegara
1)
Religius
2)
Manusiawi
3)
Bersatu
4)
Demokratis
5)
Adil
6)
Sejahtera
7)
Maju
8)
Mandiri
9)
Baik dan Bersih dalam penyelenggaraan Negara
3.
Perwujudan Pancasila sebagai Kesepakatan atau Nilai-Nilai Integratif Bangsa.
Pancasila
sebagai nilai integratif, sebagai sarana pemersatu dan prosedur penyelesaian
konflik perlu dijabarkan dalam praktik kehidupan bernegara dan berbangsa.
Pancasila sebagai sarana pemersatu dalam masyarakat dan prosedur penyelesaian
konflik itulah yang terkandung dalam nilai integratif Pancasila sudah diterima
oleh masyarakat Indonesia sebagai sarana pemersatu artinya sebagai suatu
kesepakatan bersama bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila disetujui
sebagai milik bersama. Dengan demikian Pancasila menjadi semacam social ethics
dalam masyarakat yang heterogen (beragam).
C. pengalaman Pancasila sebagai
Dasar dan Ideologi
1.
Pancasila sebagai Ideologi
Pancasila
selain sebagai dasar negara Indonesia juga berkedudukan sebagai ideologi
nasional Indonesia. Apa makna Pancasila sebagai ideologi nasional. Ideologi
berasal dari kata idea yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar,
cita-cita, dan logos berarti ilmu. Secara harfiah ideologi berarti ilmu tentang
pengertian dasar, ide. Dalam pengertian sehari-hari idea disamakan artinya
dengan “cita-cita”. Dalam hal ini “cita-cita” yang dimaksud adalah cita-cita
bersifat tetap yang harus dicapai sehingga citacita itu sekaligus merupakan
dasar, pandangan/paham.
2.
Pengamalan Pancasila sebagai Dasar Negara
Ditinjau
dari sudut politik, keberadaan Pancasila adalah sebuah konsensus politik, suatu
persetujuan politik bersama antargolongan di Indonesia. Dengan diterimanya
Pancasila, berbagai golongan dan aliran pemikiran bersedia dalam negara
kebangsaan Indonesia. Dalam istilah politiknya, Pancasila merupakan common
platform atau common denominator masyarakat Indonesia yang lural. Sudut pandang
politik ini teramat penting untuk bangsa Indonesia sekarang ini Jadi Sejatinya
perkembangan Pancasila sebagai doktrin dan Pandangan dunia yang“ khas tidak
menguntungkan kalau dinilai dari tujuan mempersatukan bangsa.
BAB II HAK DAN KEWAJIBAN WARGA
NEGARA
Negara
sebagai suatu entitas adalah sesuatu yang abstrak. Adapun yang tampak sebagai
keberadaannya adalah unsurunsur negara yang berupa rakyat, wilayah, dan
pemerintah. Karena itu, salah satu unsur dari negara adalah rakyat. Dalam hal
ini keberadaan rakyat yang tinggal pada satu wilayah negara menjadi penduduk
negara yang bersangkutan. Warga negara adalah bagian dari penduduk suatu
negara. Dengan demikian, warga negara memiliki hubungan dengan negaranya.
Kedudukan seseorang sebagai warga negara menciptakan hubungan yang kompleks
yaitu nberupa peranan, hak, dan kewajiban yang bersifat timbal balik.
A.
Pengertian Warga Negara dan kewarganegaraan
1
Warga Negara
Warga
mengandung arti peserta; anggota atau warga dari suatu organisasi dan atau
perkumpulan dalam suatu komunitas.. Warga negara artinya warga atau anggota dan
suatu negara. Kita juga sering mendengar katakata seperti warga desa, warga
kota, warga masyarakat, warga bangsa, dan warga dunia. Warga diartikan sebagai
anggota atau peserta. Jadi, warga negara secara sederhana diartikan sebagai anggota
dari suatu negara.
B.
Kedudukan Warga Negara dalam Negara
Pada
bagian sebelumnya telah dikemukakan bahwa warga negara adalah anggota dari
negara. Warga negaralah sebagai pendukung negara dan memiliki arti penting bagi
negara. Sebagai anggota dari negara, warga negara memiliki hubungan atau ikatan
dengan negara. Hubungan antara warga negara dengan negara terwujud dalam bentuk
hak dan kewajiban antara keduanya. Warga negara memiliki hak dan kewajiban
terhadap negara. Seballiknya, negara memiliki hak dan kewajiban terhadap
warganya. Dengan istilah sebagai warga negara, ia memiliki hubungan timbal
balik yang sederajat dengan negaranya.
3.
Ketentuan Undang-Undang Negara Indonesia.
Indonesia
dan undang-undang” sebagai pelaksana dari Pasal 26 UUD 1945 tersebut adalah
Undang-Undang Nomor 62 Tahun ' 1958 yang diundangkan pada 11 Januari 1958.
Meskipun undang-undang ini sudah berumur lama tetapi pada masa sekarang masih
dipakai sebelum diadakan undang-undang yang baru.
Hak
dan Kewaiiban Warga Negara Indonesia
I.,
Wujud Hubungan Warga Negara dengan Negara Negara Lain
“Wujud
hubungan antara warg. negara dengan negara 9 da umunya berupa perasaan (role).
Perasaan pada dasarnya adalah tugas apa yang dilakukan sesuai dengan status
yang dimiliki dalam hal ini sebagai warga negara. Secara teori, status warga
negara meliputi status pasif, aktif, negatif, dan positif. Peranan warga negara
juga meliputi peranan yang pasif, aktif, negatif, dan positif. (Cholisin, 2000)
2.
Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia
Hak
dan kewajiban warga negara tercantum dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 UUD
1945. Beberapa hak dan kewajiban tersebut antara lain sebagai berikut.
1)
hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
2)
Hak membela negara. Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 berbunyi: Setiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
3)
Hak berpendapat. Pasal 28 UUD 1945, yaitu Kemerdekaan ' berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan dengan undangundang.
4)
Hak kemerdekaan memeluk agama. Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945 Ayat (1)
berbunyi bahwa : “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. ” Ini
berarti bahwa bangsa Indonesia percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Ayat (2)
berbunyi: “Negara menjamin kemerdekaan tiaptiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu” )
5)
Pasal 30 ayat (1) UUD 1945
Yaitu
hak dan kewajiban dalam membela negara. Dinyatakan bahwa Tiap-tiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
6)
Pasal 31 ayat (1) dan (2) UUD 1945
Yaitu
hak untuk mendapat pengajaran. Ayat (1) menerangkan bahwa tiap-tiap warga
negara berhak mendapat pengajaran. Sedangkan dalam ayat (2) dijelaskan bahwa
pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional
yang diatur dengan UUD 1945.
7)
Hak untuk mengembangkan dan memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Pasal 32 UUD
1945 ayat 1 menyatakan
8)
Hak ekonomi atau hak untuk mendapatkan kesejahteraan sosial. Pasal 33 ayat (1),
(2), (3), (4), dan (5) UUD 1945
9)
Hak mendapatkan jaminan keadilan sosial. Dalam Pasal 34 UUD 1945 dijelaskan
bahwa fakir miskin dan anak-anak telantar dipelihara oleh negara.
BAB III KONSEP DASAR DEMOKRASI
Sejak
digulirkannya reformasi tahun 1998: wacana dan gerakan demokrasi terjadi secara
masif dan luas di Indonesia. Hasil penelitian menyatakan “mungkin untuk pertama
kali dalam sejarah, demokrasi dinyatakan sebagai nama yang paling baik dan
wajar untuk semua sistem organisasi politik dan sosial yang diperjuangkan oleh
para pendukungnya yang berpengaruh” (UNESCO 1949).
A.
Hakikat Demokrasi
Kata
demokrasi dapat ditinjau dari dua pengertian, yaitu: a. Pengertian secara
bahasa atau etimologis, dan b. Pengertian secara istilah atau terminologis.
1.
Pengertian Etimologis Demokrasi
Ditinjau
dari sudut bahasa (etimologis), demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu
demos yang berarti rakyat dan cratos atau cratein yang berarti pemerintahan
atau kekuasaan. Jadi, secara bahasa, demos-cratein atau demos-cratos berarti
Pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat.
2.
Pengertian Terminologis Demokrasi
Dari
sudut terminologi, banyak sekali definisi demokrasi Yang dikemukakan oleh
beberapa ahli politik. Masing-masing memberikan definisi dari sudut pandang
yang berbeda.
3.
Demokrasi sebagai Bentuk Pemerintahan
Demokrasi
pada masa lalu dipahami hanya sebagai bentuk pemerintahan. Demokrasi adalah
salah satu bentuk Pemerintahan. Tetapi sekarang ini demokrasi dipahami lebih
luas lagi sebagai sistem pemerintahan atau politik. Konsep demokrasi sebagai
bentuk pemerintahan berasal dari para filsuf Yunani. Dalam pandangan ini,
demokrasi merupakan salah satu bentuk pemerintahan.
4.
Demokrasi sebagai Sistem Politik
Pada
masa sekarang demokrasi dipahami tidak semata suatu bentuk pemerintahan tetapi
sebagai sistem politik. Sistem politik cakupannya lebih luas dari sekedar
bentuk pemerintahan. Beberapa ahli telah mendefinisikan demokrasi sebagai
sistem politik.
5.
Demokrasi sebagai Sikap Hidup
Perkembangan
baru menunjukkan bahwa demokrasi tidak hanya dipahami sebagai bentuk
pemerintahan dan sistem politik, tetapi demokrasi dipahami sebagai sikap hidup
atau pandangan hidup demokratis.
B.
demokratisasi
Di
samping kata demokrasi, dikenal juga istilah demokrasi. Demokratisasi adalah
penerapan kaidah-kaidah atau prinsip-prinsip demokrasi pada setiap kegiatan
politik kenegaraan. Tujuannya adalah terbentuknya kehidupan politik yang
bercirikan demokrasi. Demokratisasi merujuk pada proses perubahan menuju pada
sistem pemerintahan yang lebih demokratis
1,
Nilai (Kultur) Demokrasi.
”Henry
B. Mayo dan Mirriam Budiardjo (1990) menyebutkan adanya delaPan nilai
demokrasi, yaitu:
a.
Menyelesaikan pertikaian-pertikaian secara damai dan sukarela;
b.
Menjamin terjadinya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang selalu
berubah
c.
Pergantian penguasa dengan teratur;
d.
Penggunaan paksaan sesedikit mungkin;
e.
Pengakuan dan penghormatan terhadap nilai keanekaragaman;
f.
Menegakkan keadilan;
g
Memajukan ilmu pengetahuan; h Pengakuan dan penghormatan terhadap kebebasan.
2.
Lembaga (Struktur) Demokrasi
Di
samping adanya nilai-nilai demokrasi, untuk terwujudnya sistem politik
demokrasi dibutuhkan lembaga-lembaga demokrasi yang menopang sistem politik
tersebut. Menurut Mirriam Budiarjo (1997).
3.
Ciri Demokratisasi
Demokrasi
memiliki ciri-ciri sebagai berikut. (Maswadi Rauf, 1997)
a
Berlangsung secara evolusioner
Demokratisasi
berlangsung dalam waktu yang lama. Berjalan secara perlahan, bertahap, dan
bagian demi bagian. Mengembangkan nilai demokrasi dan membentuk lembagalembaga
demokrasi tidak dapat dilakukan secepat mungkin dan segera selesai.
b.
Proses perubahan secara persuasif bukan koersif Demokratisasi dilakukan bukan
dengan paksaan, kekerasan bukanlah cara-cara yang demokratis.
c.
Proses yang tidak pernah selesai.
C.
Demokrasi di Indonesia
1.
Demokrasi Desa
2.
Demokrasi Pancasila
3.
Perkembangan Demokrasi Indonesia
Lahirnya
konsep demokrasi dalam sejarah modern Indonesia dapat ditelusuri pada
sidang-sidang BPUPKI antara bulan Mei sampai Juli 1945. Meskipun pemikiran
mengenai demokrasi telah ada pada para pemimpin bangsa sebelumnya, namun pada
momen tersebut, pemikiran menganai demokrasi semakin mengkristal menjadi wacana
publik dan politis. Ada kesamaan pandangan dan konsensus politik dari para
peserta sidang BPUPKI bahwa kenegaraan Indonesia harus berdasarkan
kerakyatan/kedaulatan rakyat atau demokrasi.
D,
Sistem Politik Demokrasi
1.
Landasan Sistem Politik Demokrasi di Indonesia
Berdasarkan
pada pembagian sistem politik, ada dua pembedaan, yaitu sistem politik
demokrasi dan sistem politik nondemokrasi (Samuel Huntington, 20010. Sistem
politik demokrasi didasarkan pada nilai, prinsip, prosedur dan kelembagaan yang
demokratis. Sistem politik demokratis diyakini mampu menjamin hak kebebasan
warga negara, membatasi kekuasaan pemerintahan dan memberikan keadilan. Banyak
negara menghendaki sistem politiknya adalah sistem politik demokrasi.
2.
Sendi-Sendi Pokok Sistem Politik Demokrasi Indonesia
Adapun
sendi-sendi pokok dari sistem politik demokrasi di Indonesia sebagai berikut.
a.
Ide kedaulatan rakyat
Bahwa
yang berdaulat di negara demokrasi adalah rakyat. Ide ini menjadi gagasan pokok
dari demokrasi; Tercermin pada Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi
“kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan menurut ketentuan UUD”. b Negara
berdasar atas hukum Negara demokrasi adalah juga negara hukum. Negara nukum
Indonesia menganut hukum dalam arti materiil (luas) untuk mencapai tujuan nasional.
Tercermin pada Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah
negara hukum”.
b.
Bentuk republik
Negara
dibentuk untuk memperjuangkan realisasi kc» pentingan umum (republika). Negara
Indonesia berbentuk republik yang memperjuangkan kepentingan umum. Tercermin
pada Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah Negara
Kesatuan, yang berbentuk Republik”. Pemerintahan berdasarkan konstitusi
Penyelenggaraan pemerintahan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan dan
berlandaskan konstitusi atau undang-undang dasar yang demokratis. Tercermin
pada Pasal 4 ayat (1) UUD 1945, bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintahan menurut 9 Undang-Undang Dasar”. Pemerintahan yang
bertanggung jawab. Pada dasarnya, pemerintahan menjalankan amanat rakyat '
untuk menyelenggarakan pemerintahan. Demokrasi yang di tangan rakyat dan
dilakukan menurut ketentuan UUD”. Negara demokrasi adalah juga negara hukum.
Negara hukum Indonesia menganut hukum dalam arti materiil (luas) untuk mencapai
tujuan nasional. Tercermin pada Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “Negara
Indonesia adalah negara hukum”.
c.
Bentuk republik
Negara
dibentuk untuk memperjuangkan realisasi kepentingan umum (republika) . Negara
Indonesia berbentuk republik yang memperjuangkan kepentingan umum. Tercermin
pada Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah Negara
Kesatuan, yang berbentuk Republik”.
d
Pemerintahan berdasarkan konstitusi
Penyelenggaraan
pemerintahan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan dan berlandaskan
konstitusi atau undang-undang dasar yang demokratis. Tercermin pada Pasal 4
ayat (1) UUD 1945, bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”.
e.
Pemerintahan yang bertanggung jawab
Pemerintahan
selaku penyelenggara negara merupakan pemerintahan yang bertanggungjawab atas
segala tindakannya. Berdasarkan demokrasi Pancasila. pemerintahan ke bawah
bertanggung jawab kepada rakyat dan ke atas bertanggung jawab secara moral
kepada 'IUhan Yang Maha Esa.
f.
Sistem perwakilan
3.
Sistem pemerintahan presidensiil
Presiden
adalah penyelenggara negara tertinggi. Presiden adalah kepala negara sekaligus
kepala pemerintahan.
3.
Mekanisme dalam Sistem Politik Demokrasi Indonesia
Pokok-pokok
dalam sistem politik Indonesia sebagai berikut
a.
Merupakan bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas. Di samping
adanya pemerintahan pusat terdapat pemerintahan daerah yang memiliki hak
otonom.
b.
Bentuk pemerintahan republik, sedangkan sistem pemerintahan presidensiil.
c.
Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan wakil
presiden dipilih secara langsung oleh rakyat untuk masa jabatan 5 tahun.
d.
Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada
presiden. Presiden tidak bertanggung jawab kepada MPR maupun DPR. Di samping
kabinet, presiden dibantu oleh suatu dewan pertimbangan.
e.
Parlemen terdiri dari dua (bikameral), yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan anggota MPR. DPR terdiri atas para
wakil yang dipilih rakyat melalui pemilu dengan sistem properrsional terbuka.
Anggara DPD adalah para wakil dari masing masing provinsi. Anggota DPD dipilih
oleh rakyat melalui pemilu dengan sistem distrik berwakil banyak. Selain
lembaga DPR dan DPD, terdapat DPRD Provinsi dan DPRD
f.
Pemilu diselenggarakan untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR,
anggota DPD, anggota DPRD Provinsi, anggota DPRD Kabupaten/Kota dan kepala
daerah.
g.
Sistem multipartai. Banyak sekali partai politik yang bermunculan di Indonesia
terlebih setelah berakhir Orde Baru. Pemilu 1999 diikuti 48 partai politik.
Pemilu 2004 diikuti oleh 24 partai politik.
h,
Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di
bawahnya yaitu pengadilan tinggi dan pengadilan negeri serta sebuah Mahkamah
Konstitusi.
i,
Lembaga negara lainnya adalah Badan Pemeriksa Keuangan dan Komisi Y
4.
Masa Depan Demokrasi
“Demokrasi
bisa ditincas untuk sementara karena kesalahannya sendiri, tetapi setelah ia
mengalami cobaan yang pahit, ia akan muncul dengan penuh keinsafan”. Demikian
ucapan Mohammad Hatta (1966) atas keyakinannya bahwa demokrasi pasti akan hidup
dan punya masa depan. Dewasa ini demokrasi telah menjadi tolak ukur tak
terbantah keabsahan politik semua bangsa di dunia. Setiap negara mengaku diri
sebagi negara demokrasi dengan sedap t mungkin menuniukkan atribut-am'but
demokrasi yang di ' i
E.
Pendidikan Demokrasi
Berdasar
pada uraian-uraian sebelumnya dapat diambil esimpulan bahwa sistem politik
demokrasi suatu negara erkaitan dengan dua hal yaitu insitusi (struktur)
demokrasi an perilaku (kultur) demokrasi.
BAB IV HAKIKAT NEGARA HUKUM
A.
Pengertian dan Tuluan Negara
istilah
negara merupakan terjemahan dari beberapa kata asing:state (inggris) ,staat
(belanda dan Jerman) atau etat (Perancis). Kata-kata tersebut berasal dari kata
Latin status atau stratum yang memiliki pengertian tentang keadaan yang tegak
dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.
Pengertian status atau statum lazim diartikan dalam bahasa Inggris dengan
standing atau station (kedudukan).
Istilah
ini sering pula dihubungkan dengan kedudukan persekutuan hidup antar manusia
yang biasa disebut dengan istilah status civitatis atau status republicae Dati
pengertian yang terakhir inilah kata status selanjutnya dikaitkan dengan kata
negara.
B.
Unsur-Unsur Negara Dalam rumusan Konvensi Montevideo tahun 1933
Disebutkan
bahwa suatu negara harus memiliki 3 (tiga) unsur penting, yaitu rakyat, Wilayah
dan pemerintahan. Sejalan dengan itu, Mac Iver merumuskan bahwa suatu negara
harus memenuhi 3 (tiga) unsur pokok, yaitu pemerintahan, komunitas atau rakyat,
dan wilayah tertentu. Tiga unsur m perlu ditunjang dengan unsur lainnya seperti
adanya konstitusi dan pengakuan dunia internasional yang oleh Mahfud disebut
dengan unsur deklaratif.
C.
Konsep Negara Hukum
1.
Konstitusi dan Konstitusionalisme
Pada
bab-bab sebelumnya telah dipelajari konsep mengenai Negara. Negara adalah suatu
unsur rakyat(penduduk),wilayah dan pemerintah. Pemerintah adalah salah satu
unsur Negara. Pemerintahlah yang menyelenggarakan dan melaksanakan tugas tugas
demi terwujudnya tujuan bernegara.
2.
Pengertian Negara Hukum
Sesuai
dengan uraian di atas, mka pengertian Negar hukum secara sederhana adalah
Negara yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Di
Negara yang berdasarkan atas hukum maka Negara termasuk di dalamnya pemerintah
dan lembaga-lembaga lain dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi
oleh hukum dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Dalam Negara hukum,
kekuasaan menjalankan pemerintahan berdasarkan kedaulatan hukum (supremasi
hukum) dan bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban hukum (Mustafa Kamal
Pasha, 2003).
3.
Negara Hukum Formal dan Negara Hukum Material
Salah
satu ciri penting dalam Negara yang menganut konsdtusionalisme yang hidup pada
abad ke-19 adalah sifat pemerintahannya pasif, artinya pemerintah hanya sebagai
wasit atau pelaksana dan' berbagai keinginan rakyat yang dirumuskan para
wakilnya diparlemen. Di sini peranan Negara lebih kecil daripada peranan rakyat
karena pemerintah hanya menjadi pelaksana (tunduk pada) keinginan-keinginan
rakyat yang diperjuangkan secara liberal untuk menjadi keputusan parlemen.
D.
Ciri-ciri Negara Hukum
Negara
hukum yang muncul pada abad ke-19 adalah Negara hukum formil atau Negara hukum
dalam arti sempit. Pada uraian sebelumnya telah dikemukakan bahwa Negara bukan
merupakan terjemahan dari istilah Rechtsstaat atau Rule of law. Istilah
Rechtsstaat diberikan oleh para ahli hukum Eropa
Continental
sedang istilah Rule of Law di diberikan oIeh para ahli hukum continental sedang
istilah Rule of Law diberikan oleh para ahli hukum continental memberikan
ciri-ciri rechtsstaat sebagai berikut:
a.
HAM
b.
pemisahan atau pembagian kekuasan untuk menjamin hal asasi manusia yang biasa
dikenal sebagai trias politika
c.
pemerintah berdasarkan peraturan peraturan
d.
peralihan administrasi dalam perselisihan
2.
Arah Kebijakan Hukum Nasional
Pembenahan
sistem dan politik hukum dalam lima tahun mendatang diarahkan pada kebijakan
untuk memperbaiki substansi (materi) hukum,struktur (kelembagaan) hukum,dan
kultur (budaya) hukum
3.
Program Pembangunan Hukum Nasional
Program
ini ditujukan menciptakan persamaan persepsi dari seluruh pelaku pembanguan
khususnya di bidang hukum dalam menghadapi berbagai isu strategis dan global
yang secara cepat perlu diantisipasi agar penegakan dan kepastian hukum tetap
berjalan secara berkesinambungan.
BAB V HAK ASASI MANUSIA
A.
Pendahuluan
Islam
adalah agama wahyu yang ajarannya menjadi rahmat bagi sekalian alam (rahmatan
lil 'alamin). Sebagai agama wahyu, ajaran Islam mengatur seluruh aspek
kehidupan baik individu dan masyarakat, duniawi dan ukhrawi, maupun jasmani dan
rohani. Dalam hal ini, tujuan penerapan ajaran dan hukum Islam adalah untuk
keselamatan jiwa, badan, harta dan masyarakat. Keselamatan yang dijanjikan
Islam, inherent dengan kehadiran Islam sebagai sintesis dari ajaran agama wahyu
terdahulu sehingga Islam bersifat universal, berlaku untuk semua tempat, waktu
dan sepanjang zaman.
B.
Islam dan HAM
Istilah
Hak Asasi Manusia mulai populer setelah adanya Universal Declaration of Human
Right yang disetujui Majelis Umum PBB tanggal 10 Desember 1948. Suatu standar
pencapaian yang berlaku umum untuk semua rakyat dan semua bangsa”, berkaitan
dengan hak dasar manusia (Nickel, 1996).
C.
Islam dan Perdamaian
Islam
bukan merupakan agama yang tertutup dan dimonopoli oleh satu bangsa saja,
tetapi merupakan agama yang terbuka bagi semua orang yang mencari dan meyakini
kebenaran. Ia merupakan agama universal bagi seluruh umat manusia yang hidup di
segala tempat dan waktu. Karena itu adalah kewajaran bahwa Islam memperhatikan
pentingnya menata kehidupan yang penuh perdamaian di seluruh penjuru dunia dan
di segalan waktu.
BAB VI
KETAHANAN NASIONAL
Bertitik tolak dari bagan paradigma
ketatanegaraan nasional, maka Ketahanan Nasional (Tannas) merupakan satu dari
konsepsi politik ketatanegaraan Republik Indonesia. Bagaimanapun, Ketahanan
nasional dapat dikatakan sebagai konsep geostrategi bangsa Indonesia. Uraian
selanjutnya tentang Ketahanan Nasional tersebut coba dijelaskan dalam uraian
dengan urutan sebagai berikut: Pengertian Ketahanan Nasional; Perkembangan
Konsep Ketahanan Nasional di Indonesia; Unsur-unsur Ketahanan Nasional;
Pembelaan Negara.
B. Perkembangan Konsep Ketahanan
Nasional di Indonesia
1. Sejarah Lahirnya Ketahanan
Nasional
Sesungguhnya konsepsi ketahanan
nasional memiliki latar belakang sejarah khas dalam kelahirannya di
Indonesia. Gagasan tentang ketahanan nasional bermula pada awal tahun
1960-an khususnya pada kalangan militer angkatan darat di SSKAD yang sekarang
bernama SESKOAD (Sunardi, 1997). Pada masa itu adalah sedang meluasnya pengaruh
komunisme yang berasal dari negara Uni Soviet dan Cina.
2. Ketahanan Nasional dalam
GBHN
Konsepsi ketahanan nasional untuk
pertama kali dimasukkan dalam GBHN 1973, yaitu ketetapan MPR No. IV/MPR/ 1973.
Rumusan ketahanan nasional dalam GBHN 1972 adalah sama dengan rumusan ketahanan
nasiOnal tahun 1972 dari Lemhanas. Konsep ketahanan nasional berikut perumusan
yang demikian berlanjut pada GBHN 1978, GBHN 1983, dan GBHN 1988.
3. Unsur-unsur Ketahanan
Nasional
a. Gatra dalam Ketahanan
Nasional
Unsur, elemen atau faktor yang
mempengaruhi kekuatan/ ketahanan nasional suatu negara terdiri atas beberapa
aspek. Para ahli memberikan pendapatnya mengenai unsur-unsur kekuatan nasional
suatu negara.
C. Pembelaan Negara
Terdapat hubungan antara ketahanan
nasional suatu negara dengan pembelaan negara. Kegiatan pembelaan negara
pada dasarnya merupakan usaha dari warga negara untuk mewujudkan ketahanan
nasional.
BAB VII
MASYARAKAT MADANI
A. Sejarah
Masyarakat Madani
Wacana masyarakat madani merupakan
konsep yang berasal dari pergolakan politik dan sejarah masyarakat Eropa Barat
yang mengalami proses transformasi dari pola kehidupan feodal menuju kehidupan
masyarakat industri kapirtalis. Jika dicari akar sejarahnya dari awal, maka
perkembangan wacana masyarakat madani dapat dipahami mulai dari Cicero sampai
Antonio Gramsci dan de Toquiville.
B.
Pengertian Masyarakat Madani
Dalam mendefinisikan istilah (term)
masyarakat madani ini sangat bergantung kepada kodisi sosio kultural suatu
bangsa, karena bagaimanapun konsep masyarakat madani merupakan bangunan istilah
yang lahir dari sejarah pergulatan masyarakat Eropa.
C.
Karakteristik Masyarakat Madani
Hal ini diberlakukan ketika negara
sebagai penguasa dan pemerintah tidak bisa menegakkan demokrasi dan hakhak
asasi manusia dalam menjalankan roda kepemimpinannya. Di sinilah kemudian,
konsep masyarakat madani menjadi alternatif pemecahan dengan pemberdayaan dan
penguatan daya kontrol masyarakat terhadap kebij akan-kebijakan pemerintah yang
pada akhirnya nanti terwujud kekuatan masyarakat sipil yang mampu
merealisasikan dan menegakkan konsep hidup yang demokratis dan menghargai
hak-hak asasi manusia
D.
Pengembangan Masyarakat Madani
Adapun yang dimaksudkan dengan
pengembangan masyarakat madani adalah supaya mewujudkan cita-cita dan
karakteristik masyarakat madani sehingga kehidupan masyarakat yang diinginkan
benar-benar terwujud. Oleh sebab itu, adalembaga-lembaga yang diperlukan dan
berfungsi mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa agar tidak menyimpang dari
cita-cita masyarakat madani. Sebagamana halnya, dengan masih adanya berbagai
kebijakan yang diskriminatif sehingga mengekalkan semakin banyaknya masyarakat
tertindas. Dengan demikian, diperlukan kehadiran Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), Pers, supremasi hukum, perguruan tinggi dan partai politik.
PANCASILA
SEBAGAI DASAR NEGARA DAN IDEOLOGI NASIONAL
Bagi
masyarakat Indonesia, Pancasila bukanlah sesuatu yang asing. Pancasila terdiri
atas 5 (lima) sila, tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea IV dan
diperuntukkan sebagai dasar negara Republik Indonesia. Meskipun di dalam
Pembukaan UUD 1945 tersebut tidak secara eksplisit disebutkan kata Pancasila,
namun sudah dikenal luas bahwa 5 (lima) sila yang dimaksud adalah Pancasila
untuk dimaksudkan sebagai dasar negara.
A.
PANCASILA DALAM PENDEKATAN FILSAFAT
1.
Nilai-Nilai yang Terkandung pada Pancasila Berdasarkan pemikiran filsafati,
Pancasila sebagai filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai (Kaelan;
2000). Rumusan Pancasila sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea
IV adalah sebagai berikut.
- Ketuhanan Yang Maha Esa
- Kemanusiaan yang adil dan
beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permuswaratan perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia
Kelima
sila dari Pancasila pada hakikatnya adalah suatu nilai. Nilai-nilai yang
merupakan perasan dari sila-sila Pancasila tersebut adalah
1)
Nilai Ketuhanan;
2)
Nilai Kemanusiaan;
3)
Nilai Persatuan;
4)
Nilai Kerakyatan;
5)
Nilai Keadilan.
2.
Mewujudkan Nilai Pancasila sebagai Norma Bernegara
Ada
hubungan antara nilai dengan norma. Norma atau kaidah adalah aturan pedoman
bagi manusia dalam berperilaku sebagai perwujudan dari nilai. Nilai yang
abstrak dan normatif dijabarkan dalam wujud norma. Sebuah nilai mustahil dapat
menjadi acuan berperilaku kalau tidak diwujudkan dalam sebuah norma. Dengan
demikian pada dasarnya norma adalah perwujudan dari nilai. Tanpa dibuatkan
norma, nilai tidak bisa praktis artinya tidak mampu berfungsi konkret dalam
kehidupan sehari-hari.
norma
yag kita kenal dalam kehiduan sehari hari ada 4 yaitu:
1)
norma agama
2)
norma moral
3)
norma kesopanan
4)
norma hukum
Etika
kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat ini bertujuan untuk: ( 1)
memberikan landasan etik moral bagi seluruh komponen bangsa dal menjalankan kehidupan
kebangsaan dalam berbagai aspek; (2) menentukan pokok-pokok etika kehidupan
berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat; (3) menjadi kerangka acuan dalam
mengevaluasi pelaksanaan nilai-nilai etika dan moral dalam kehidupan berbangsa,
bernegara, dan bermasyarakat. Etika kehidupan berbangsa meliputi sebagai
berikut.
a.
Etika Sosial dan Budaya
b.
Etika Pemerintahan dan Politik
c.
Etika Ekonomi dan Bisnis
d.
Etika Penegakan Hukum
e.
Etika Keilmuan dan Disiplin Kehidupan
B.
MAKNA PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
1.
Landasan Yuridis dan Historis Pancasila sebagai Dasar Negara
Kedudukan
Pancasila sebagai dasar negara ini merupakan kedudukan yuridis formal oleh
karena tertuang dalam ketentuan hukum negara, dalam hal ini UUD 1945 pada
bagian Pembukaan Alinea IV. Penegasan akan kedudukan Pancasila sebagai dasar
negara semakin kuat dengan keluarnya Ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang
Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pencabutan Ketetapan MPR No.
II/MPR/1978 tentang P4. Pasal I ketetapan MPR tersebut menyatakan bahwa
Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah
dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang harus dilaksanakan
secara konsisten dalam kehidupan bernegara.
2.
Makna Pancasila sebagai Dasar Negara
Pancasila
sebagai dasar (filsafat) negara mengandung makna bahwa nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila menjadi dasar atau pedoman bagi penyelenggaraan
bernegara. Nilai-nilai Pancasila pada dasarnya adalah nilainilai filsafati yang
sifatnya mendasar. Nilai dasar Pancasila bersifat abstrak, normatif dan nilai
itu menjadi motivator kegiatan dalam penyelenggaraan bernegara.
Pereduksian
dan pemaknaan atas Pancasila dalam pengertian yang sempit dan politis ini berakibat
pada:
a.
Pancasila dipahami sebagai sebuah mitos;
b.
Pancasila dipahami secara politik ideologis untuk kepentingan kekuasaan;
c.
Nilai-nilai Pancasila menjadi nilai yang disotopia tidak sekadar otopia.
Dewasa
ini khususnya di era reformasi, ada keinginan berbagai pihak dan kalangan untuk
melakukan penafsiran kembali atas Pancasila dalam kedudukannya bagi bangsa dan
negara Indonesia. Terdapat berbagai istilah seperti reposisi, reaktualisasi,
redefinisi, radikalisasi, revitalisasi, reimplementasi, rejuvenasi,
dekonstruksi ideologi, dan lain-lain. Beragam istilah tersebut pada dasarnya
berkeinginan untuk menempatkan kembali kedudukan, posisi serta penafsiran atas
Pancasila pada bangunan negara Indonesia agar Pancasila tidak lagi ”terdistorsi
dan terdiskreditkan ” karena pengalaman masa lalu. Pendapat berbagai pihak
khususnya para ahli tersebut patut dihargai sebagai suatu wujud kecintaan
terhadap bangsa dan negara.
Radikalisasi
Pancasila berarti (1) mengembalikan Pancasila sesuai dengan jati dirinya, yaitu
sebagai ideologi dan dasar negara. Pancasila sesuai dengan jati dirinya dalam
memberi visi kenegaraan, (2) mengganti persepsi dari Pancasila sebagai ideologi
menjadi Pancasila sebagai ilmu, (3) mengusahakan Pancasila mempunyai
konsistensi dengan produk-produk perundangan, koherensi antarsila, dan
korespondensi dengan realitas sosial, dan (4) Pancasila yang semula melayani
kepentingan vertikal menjadi Pancasila yang melayani kepentingan horizontal.
Prof.
Koento Wibisono Siswomihardjo (2004) menyatakan perlunya reposisi atas
Pancasila. Reposisi (repositioning) atas Pancasila adalah Pancasila diletakkan
kembali posisinya sebagai dasar negara. Pancasila sebagai dasar negara
mengandung makna bahwa Pancasila harus kita letakkan dalam keutuhannya dengan
Pembukaan UUD 1945, dieksplorasikan pada dimensidimensi yang melekat padanya,
yaitu
a.
dimensi realitasnya, dalam arti nilai yang terkandung di dalamnya
dikonkretisasikan sebagai cerminan objektif yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat;
b.
dimensi idealitasnya, dalam arti idealisme yang terkandung di dalamnya bukanlah
sekadar otopi tanpa makna, melainkan diobj ektifkan sebagai sebuah ”kata kerja”
untuk menggairahkan masyarakat dan terutama para penyelenggara negara menuju
harus esok yang lebih baik;
c.
dimensi fleksibilitasnya, dalam arti Pancasila bukan barang yang beku, dogmatis
dan sudah selesai. Pancasila terbuka _bagi tafsir baru untuk memenuhi kebutuhan
zaman yang terus berubah. Pancasila tanpa kehilangan nilai dasarnya yang hakiki
tetap aktual, relevan dan fungsional sebagai tiang penyangga kehidupan
berbangsa dan bernegara.
C.
IMPLEMENTASI PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
Pancasila
adalah dasar negara dari negara kesatuan Republik Indonesia. Menurut teori
jenjang norma (stufentheorie) yang dikemukakan oleh Hans Kelsen seorang ahli
filsafat hukum, dasar negara berkedudukan sebagai norma dasar (grundnorm) dari
suatu negara atau disebut norma fundamental negara (staatsfundamentalnorm).
Grundnorm merupakan norma hukum tertinggi dalam negara. Di bawah grundnorm
terdapat norma-norma hukum yang tingkatannya lebih rendah dari grundnorm
tersebut. Norma-norma hukum yang bertingkat-tingkat tadi membentuk
Pancasila
sebagai cita hukum memiliki dua fungsi, yaitu :
a)
Fungsi regulatif, artinya cita hukum menguji apakah hukum yang dibuat adil atau
tidak bagi masyarakat;
b)
fungsi konstitutif, artinya fungsi yang menentukan bahwa tanpa dasar cita hukum
maka hukum yang dibuat akan kehilangan maknanya sebagai hukum.
Di
Indonesia, norma tertinggi ini adalah Pancasila sebagaimana tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945. Jadi, Pancasila sebagai dasar negara dapat disebut sebagai:
1.
Norma dasar;
2.
Staatsfundamentalnorm;
3.
Norma pertama;
4.
Pokok kaidah negara yang fundamental; 5. Cita Hukum (Rechtsidee).
D.
MAKNA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL
1.
Pengertian Ideologi
Ideologi
berasal dari kata idea yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar,
cita-cita, dan logos berarti ilmu. Secara harfiah ideologi berarti ilmu tentang
pengertian dasar, ide. Dalam pengertian sehari-hari, idea disamakan artinya
dengan ”cita-cita”. Cita-cita yang dimakSud adalah cita-cita bersifat tetap
yang harus dicapai sehingga cita-cita itu sekaligus merupakan dasar,
pandangan/paham.
Ada
dua fungsi utama ideologi dalam masyarakat (Ramlan Surbakti, 1999), Pertama,
sebagai tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai secara bersama oleh suatu
masyarakat. Kedua, sebagai pemersatu masyarakat dan karenanya sebagai prosedur
penyelesaian konflik yang terjadi di masyarakat. Dalam kaitannya dengan yang
pertama, nilai dalam ideologi itu menjadi Cita-cita atau tujuan dari
masyarakat. Tujuan hidup bermasyarakat adalah untuk mencapai terwujudnya
nilai-nilai dalam ideologi itu. Adapun dalam kaitannya yang kedua, nilai dalam
ideologi itu merupakan nilai yang disepakati bersama sehingga dapat
mempersatukan masyarakat itu, serta nilai bersama tersebut dijadikan acuan bagi
penyelesaian suatu masalah yang mungkin timbul dalam kehidupan masyarakat yang
bersangkutan.
2.
Landasan dan Makna Pancasila sebagai Ideologi Bangsa
Banyak
pihak telah sepakat bahwa Pancasila sebagai ideologi nasional merupakan titik
temu, rujukan bersama, commom platform, kesapakatan bersama dan nilai
integratif bagi bangsa Indonesia. Kesepakatan bersama bahwa Pancasila adalah
ideologi nasional inilah yang harus terus kita pertahankan dan tumbuh
kembangkan dalam kehidupan bangsa yang plural ini.
Berdasarkan
uraian di atas, Pancasila sebagai ideologi nasional Indonesia memiliki makna
sebagai berikut:
1)
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi cita-cita normatif
penyelenggaraan bernegara;
2)
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai yang disepakati
bersama dan oleh karena itu menjadi salah satu sarana pemersatu (integrasi)
masyarakat Indonesia.
E.
IMPLEMENTASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL
1.
Perwujudan Ideologi Pancasila sebagai Cita-Cita Bernegara
Perwujudan Pancasila sebagai ideologi nasional yang berarti menjadi cita-cita
penyelenggaraan bernegara terwujud melalui ketetapan MPR No. VII/ MPR/2001
tentang Visi Indonesia Masa Depan.
2.
Perwujudan Pancasila sebagai Kesepakatan atau Nilai Integratif Bangsa
Pancasila
sebagai nilai integratif, sebagai sarana pemersatu dan prosedur penyelesaian
konflik perlu pula dijabarkan dalam praktik kehidupan bernegara. Pancasila
sebagai sarana pemersatu dalam masyarakat dan prosedur penyelesaian konflik
itulah yang terkandung dalam nilai integratif Pancasila. Pancasila sudah
diterima oleh masyarakat Indonesia sebagai'sarana pemersatu, artinya sebagai
suatu kesepakatan bersama bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya
disetujui sebagai milik bersama. Pancasila menjadi semacam social ethics dalam
masyarakat yang heterogen.
Nilai-nilai
Pancasila hendaknya mewarnai setiap prosedur penyelesaian konflik yang ada di
masyarakat. Secara normatif dapat dinyatakan sebagai berikut; bahwa
penyelesaian suatu konflik hendaknya dilandasi oleh nilai-nilai religius,
menghargai derajat kemanusiaan, mengedepankan persatuan, mendasarkan pada
prosedur demokratis dan berujung pada terciptanya keadilan.
F.
PENGAMALAN PANCASILA
Pengamalan
Pancasila dalam kehidupan bernegara dapat dilakukan dengan cara:
l.
Pengamalan secara objektif Pengamalan secara objektif adalah dengan
melaksanakan dan menaati peraturan perundang-undangan sebagai norma hukum
negara yang berlandaskan pada Pancasila.
2.
Pengamalan secara subjektif Pengamalan secara subj ektif adalah dengan
menjalankan nilai-nilai Pancasila yang berwujud norma etik secara pribadi atau
kelompok dalam bersikap dan bertingkah laku pada kehidupan berbangsa dan
bernegara.
BAB II IDENTITAS NASIONAL
A.
HAKIKAT BANGSA
1.
Bangsa dalam Arti Sosiologis Antropologis
Bangsa
dalam pengertian sosiologis antropologis adalah persekutuan hidup masyarakat
yang berdiri sendiri yang masing-masing anggota persekutuan hidup tersebut
merasa satu kesatuan ras, bahasa, agama, dan adat istiadat. Jadi, mereka
menjadi satu bangsa karena disatukan oleh kesamaan ras, budaya, keyakinan,
bahasa, dan sebagainya. Ikatan demikian disebut ikatan primordial. Persekutuan
hidup masyarakat semacam ini dalam suatu negara dapat merupakan persekutuan
hidup yang mayoritas dan dapat pula persekutuan hidup minoritas.
2.
Bangsa dalam Arti Politis
Bangsa
dalam pengertian politik adalah suatu masyarakat dalam suatu daerah yang sama
dan mereka tunduk pada kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi
ke luar dan ke dalam. Jadi, mereka diikat oleh kekuasaan politik, yaitu negara.
Jadi,
bangsa dalam arti politik adalah bangsa yang sudah bernegara dan mengakui serta
tunduk pada kekuasaan dari negara yang bersangkutan. Setelah mereka bernegara,
terciptalah bangsa. Misalnya, kemunculan bangsa Indonesia (arti politis)
setelah terciptanya negara Indonesia.
3.
Cultural Unity dan Political Unity
Melalui
pemahaman yang kurang lebih sama, bangsa pada dasarnya memiliki dua arti yaitu
bangsa dalam pengertian kebudayaan (cultural unity) dan bangsa dalam pengertian
politik kenegaraan (political unity). (AT Soegito, 2004). Cultural unity adalah
bangsa dalam pengertian antropologi/sosiologi, sedangkan political unity adalah
bangsa dalam pengertian politik kenegaraan.
4.
Proses Pembentukan Bangsa-Negara
Secara
umum dikenal adanya dua proses pembentukan bangsa negara, yaitu model ortodoks
dan model mutakhir. (Ramlan Surbakti, 1999). Pertama, model ortodoks yaitu
bermula dari adanya suatu bangsa terlebih dahulu, untuk kemudian bangsa itu
membentuk satu negara tersendiri. Contoh, bangsa Yahudi berupaya mendirikan
negara Israel untuk satu bangsa Yahudi. Setelah ban gsanegara ini terbentuk
maka rezim politik (penguasa) dirumuskan berdasarkan konstitusi negara yang
selanjutnya dikembangkan oleh partisipasi warga negara dalam kehidupan politik
bangsa-negara yang bersangkutan. Kedua, model mutakhir yaitu berawal dari
adanya negara terlebih dahulu yang terbentuk melalui Proses tersendiri,
sedangkan penduduk negara merupakan sekumpulan suku bangsa dan ras. Contohnya
adalah kemunculan negara Amerika Serikat pada tahun 1776.
B.
IDENTITAS NASIONAL
1. Faktor pembentukan identitas bersama
a. primordial
b. sakral
c. tokoh
d. bhinneka tunggal ika
e. sejarah
f. perkembangan ekonomi
g. kelembagaan
2.
identitas cultural unity atau identitas kesukubangsaan
Identitas
yang dimiliki oleh sebuah cultural unity kurang lebih bersifat askriptif (sudah
ada sejak lahir), bersifat alamiah (bawaan), primer, dan etnik.
Setiap
anggota cultural unity memiliki kesetiaan atau loyalitas pada identitasnya.
Misalnya, setia pada suku, agama, budaya, kerabat, daerah asal, dan bahasanya.
Identitas demikian dapat pula disebut sebagai identitas primordial.
3.
identitas political unity atau identitas kebangsaan
Identitas-identitas
kebangsaan itu merupakan kesepakatan dari banyak bangsa di dalamnya. Identitas
nasional itu dapat saja berasal dari identitas sebuah bangsa di dalamnya yang
selanjutnya disepakati sebagai identitas nasionalnya. Identitas kebangsaan bersifat
buatan, sekunder, etis, dan nasional. Beberapa
bentuk
identitas nasional adalah bahasa nasional, lambang nasional, semboyan nasional,
bendera nasional, dan ideologi nasional.
2.
Unsur-Unsur Negara
Dari
beberapa pendapat mengenai negara tersebut, dapat disimpulkan bahwa negara
adalah organisasi yang di dalamnya harus ada rakyat, wilayah yang permanen dan
pemerintah yang berdaulat (baik ke dalam maupun ke luar). Hal di atas disebut
unsur-unsur negara. Unsur-unsur negara meliputi:
a.
rakyat
Yaitu
orang-orang yang bertempat tinggal di wilayah itu, tunduk pada kekuasaan negara
dan mendukung negara yang bersangkutan.
b.
wilayah
Yaitu
daerah yang menjadi kekuasaan negara serta menjadi tempat tinggal bagi rakyat
negara. Wilayah juga menjadi sumber kehidupan rakyat negara. Wilayah negara
mencakup wilayah darat, laut, dan udara.
c.
pemerintah yang berdaulat
Yaitu
adanya penyelenggara negara yang memiliki kekuasaan menyelenggarakan
pemerintahan di negara tersebut. Pemerintah tersebut memiliki kedaulatan baik
ke dalam maupun ke luar. Kedaulatan ke dalam berarti negara memiliki kekuasaan
untuk ditaati oleh rakyatnya. Kedaulatan ke luar artinya negara mampu
mempertahankan diri dari serangan negara lain.
3.
Teori Terjadinya Negara
a.
Proses Terjadinya Negara secara Teoretis
”Secara
teoretis” yang dimaksud adalah, para ahli politik dan hukum tata negara
berusaha membuat teoretisasi tentang terjadinya negara. Dengan demikian, apa
yang dihasilkan lebih karena hasil pemikiran para ahli tersebut, bukan
berdasarkan kenyataan faktualnya.
beberapa
teori terjadinya negara adalah sebagai berikut :
1)
teori hukum alam
teori
hukum alam merupakan hasil pemikiran paling awal
2)
teori ketuhanan
teori
ini terjadi karena adanya paham agama
3)
teori perjanjian
perjanjian
yang muncul karena reaksi atas teori hukum alam dan kedaulatan tuhan.
b.
Proses Terjadinya Negara di Zaman Modern
Menurut
pandangan ini dalam kenyataannya, terjadinya negara bukan disebabkan oleh
teori-teori seperti di atas. Negara-negara di dunia ini terbentuk karena
melalui beberapa proses, seperti:
a.
penaklukan atau occupatie,
b.
peleburan atau fusi,
c.
pemecahan,
d.
pemisahan diri,
e.
perjuangan atau revolusi,
f.
penyerahan/pemberian, dan
g.
pendudukan atas wilayah yang belum ada pemerintahan sebelumnya
4.
Fungsi dan Tujuan Negara
Fungsi
negara merupakan gambaran apa yang dilakukan negara untuk mencapai tujuannya.
Fungsi negara dapat dikatakan sebagai tugas daripada negara. Negara sebagai
organisasi kekuasaan dibentuk untuk menjalankan tugastugas tertentu.
D.
BANGSA DAN NEGARA INDONESIA
1
. Hakikat Negara Indonesia
Negara
kita adalah negara Republik Indonesia Proklamasi 17 Agustus 1945 disingkat
negara RI Proklamasi. Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa negara Indonesia
yang didirikan ini tidak bisa lepas dari peristiwa Proklamasi Kemerdekaan
tanggal 17 Agustus 1945. Dengan momen Proklamasi 17 Agustus 1945 itulah, bangsa
Indonesia berhasil mendirikan negara sekaligus menyatakan kepada dunia luar
mengenai adanya negara baru, yaitu Indonesia
2.
Proses Terjadinya Negara Indonesia
Terjadinya
negara Indonesia merupakan proses atau rangkaian tahap yang berkesinambungan.
Rangkaian tahap perkembangan tersebut digambarkan sesuai dengan keempat alinea
dalam pembukaan UUD 1945. Secara teoretis perkembangan negara Indonesia terjadi
sebagai berikut.
Berdasarkan
kenyataan yang ada, terjadinya negara-negara lndonesia bukan melalui
pendudukan, pemisahan, penggabungan, pemecahan atau penyerahan. Bukti
menunjukkan bahwa negara Indonesia terbentuk melalui proses perjuangan
(revolusi), yaitu perjuangan melawan penjajahan sehingga berhasil
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Usaha mendirikan negara melalui
perjuangan sangat membanggakan diri seluruh rakyat Indonesia. Hal mi berbeda
bila bangsa Indonesia mendapatkan kemerdekaan karena diberi olehbangsa lain.
Tujuan
negara Indonesia selanjutnya terjabar dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945.
Secara rinci sebagai berikut:
a.
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
b.
memajukan kesejahteraan umum;
c.
mencerdaskan kehidupan bangsa;
d.
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial.
Penjabaran
berikutnya tentang tujuan negara tersebut terdapat dalam tujuan pembangunan
nasional Indonesia. Dalam GBHN 1999-2004 Tap MPR No. IV/MPR/ 1999 disebutkan
bahwa penyelenggaraan bernegara bertujuan mewujudkan kehidupan yang demokratis,
berkeadilan sosial, melindungi hak asasi manusia, menegakkan supremasi hukum
dalam tatanan masyarakat dan bangsa yang beradab, mandiri, bebas, maju, dan
sejahtera untuk kurun waktu lima tahun ke depan.
Adapun
visi bangsa Indonesia adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai,
demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat,
mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran
hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos
kerja yang tinggi serta berdisiplin (Tap MPR No. VII/MPR/2001)
E.
IDENTITAS NASIONAL INDONESIA
Identitas
nasional Indonesia menunjuk pada identitas-identitas yang Sifatnya nasional.
Pada uraian sebelumnya identitas nasional bersrfat buatan, dan sekunder.
Bersifat buatan oleh karena identitas nasional itu dibuat, dibentuk dan
disepakati
oleh warga bangsa sebagai identitasnya setelah mereka bernegara. Bersifat
sekunder oleh karena identitas nasional lahir belakangan bila dibandingkan
dengan identitas kesukubangsaan yang memang telah dimiliki warga bangsa itu
secara askriptif. Jauh sebelum mereka memiliki identitas nasional itu, warga
bangsa telah memiliki identitas primer yaitu identitas kesukuban gsaan.
Beberapa bentuk identitas nasional Indonesia, adalah sebagai berikut.
1.
Bahasa nasional atau bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia Bahasa Indonesia
berawal dari rumpun bahasa Melayu yang dipergunakan sebagai bahasa pergaulan
yang kemudian diangkat sebagai bahasa persatuan pada tanggal 28 Oktober 1928.
Bangsa Indonesia sepakat bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional
sekaligus sebagai identitas _ nasional Indonesia.
2.
Bendera negara yaitu Sang Merah Putih Warna merah berarti berani dan putih
berarti suci. Lambang merah putih sudah dikenal pada masa kerajaan di Indonesia
yang kemudian diangkat sebagai bendera negara. Bendera warna merah putih
dikibarkan pertama kali pada tanggal 17 Agustus 1945, namun telah ditunjukkan
pada peristiwa Sumpah Pemuda.
3.
Lagu Kebangsaan yaitu Indonesia Raya Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan
yang pada tanggal 28 Oktober 1928 dinyanyikan untuk pertama kali sebagai lagu
kebangsaan negara.
4.
Lambang negara yaitu Garuda Pancasila Garuda adalah burung khas Indonesia yang
dijadikan lambang negara.
5.
Semboyan negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika Bhinneka Tunggal Ika artinya
berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Menunjukkan kenyataan bahwa bangsa kita
heterogen, namun tetap berkeinginan untuk menjadi satu bangsa yaitu bangsa
Indonesia.
6.
Dasar falsafah negara yaitu Pancasila Berisi lima nilai dasar yang dijadikan
sebagai dasar filsafat dan ideologi
dari
negara Indonesia. Pancasila merupakan identitas nasional yang berkedudukan
sebagai dasar negara dan ideologi nasional Indonesia.
7.
Konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 1945 Merupakan hukum dasar tertulis
yang menduduki tingkatan tertinggi dalam tata urutan perundangan dan dijadikan
sebagai pedoman penyelenggaraan bernegara.
8.
Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat Bentuk
negara adalah kesatuan, sedang bentuk pemerintahan adalah republik. Sistem
politik yang digunakan adalah sistem demokrasi (kedaulatan rakyat). Saat ini
identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
disepakati untuk tidak ada perubahan.
9.
Konsepsi Wawasan Nusantara Sebagai cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri
dan lingkungannya yang serba beragam dan memiliki nilai strategis dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta kesatuan wilayah dalam
penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk
mencapai tujuan nasional.
10.
Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai kebudayaan nasional Berbagai
kebudayaan dari kelompok-kelompok bangsa di Indonesia yang memiliki cita rasa
tinggi, dapat dinikmati dan diterima oleh masyarakat luas merupakan kebudayaan
nasional. Kebudayaan nasional pada dasarnya adalah puncak-puncak dari
kebudayaan daerah.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
A.
PENGERTIAN WARGA NEGARA DAN KEWARGANEGARAAN
1.
Warga Negara
Warga
mengandung arti peserta, anggota atau warga dari suatu organisasi perkumpulan.
Warga negara artinya warga atau anggota dari suatu negara. Kita juga sering
mendengar kata-kata seperti warga desa, warga kota, warga masyarakat, warga
bangsa, dan warga dunia. Warga diartikan sebagai anggota atau peserta. Jadi,
warga negara secara sederhana diartikan sebagai anggota dari suatu negara.
2.
Kewarganegaraan
a.
Kewarganegaraan dalam Arti Yuridis dan Sosiologis
l)
Kewarganegaraan dalam arti yuridis ditandai dengan adanya ikatan hukum antara
orang-orang dengan negara. Adanya ikatan hukum itu menimbulkan akibat-akibat
hukum tertentu, yaitu orang tersebut berada di bawah kekuasaan negara yang bers
angkutan. Tanda dari adanya ikatan hukum, misainya akta kelahiran, surat
pernyataan, bukti kewarganegaraan, dan lain-lain.
2)
Kewarganegaraan dalam arti sosiologis, tidak ditandai dengan ikatan hukum,
tetapi ikatan emosional, seperti ikatan perasaan, ikatan keturunan, ikatan
nasib , ikatan sejarah, dan ikatan tanah air. Dengan kata lain, ikatan ini
lahir dari penghayatan warga negara yang bersangkutan.
b.
Kewarganegaraan dalam Arti Formil dan Materiil
1)
Kewarganegaraan dalam arti formil menunjuk pada tempt kewarganegaraan. Dalam
sistematika hukum, masalah kewarganegaraan berada pada hukum publik.
2)
Kewarganegaraan dalam arti materiil menunjuk pada akibat hukum dari status
kewarganegaraan, yaitu adanya hak dan kewajiban warga negara.
Dalam
penentuan kewarganegaraan didasarkan pada sisi kelahiran dikenal dua asas yaitu
asas ius soli dan asas ius sangumzs. Ius artinya dalil. Soli berasal dari kata
solum yang artinya negeri atau tanah. Sanguinis berasal dari kata sanguis yang
artinya darah.
2.
Warga Negara Indonesia Negara Indonesia telah menentukan siapa-siapa yang menjadi
warga negara. Ketentuan tersebut tercantum dalam Pasal 26 UUD 1945 sebagai
berikut.
(
1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan
orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga
negara.
(2)
Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia.
(3)
Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undangundang.
3.
Ketentuan Undang-Undang Mengenal Warga Negara Indo
Perihal
warga negara Indonesia diatur dengan undang-undang. Sejak Proklamasi
Kemerdekaan IndoneSia sampai saat ini, undang-undang yang mengatur perihal
kewarganegaraan adalah sebagai berikut.
a.
Undang-Undang No. 3 Tahun 1946 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara.
b.
Undang-Undang No. 6 Tahun 1947 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 3 Tahun
1946 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara.
c.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1947 tentang Memperpanjang Waktu untuk Mengajukan
Pernyataan Berhubung dengan Kewargaan Negara Indonesia.
d.
Undang-Undang No. 11 Tahun 1948 tentang Memperpanjang Waktu Lagi untuk
Mengajukan Pernyataan Berhubung dengan Kewargaan Negara Indonesia.
e.
Undang-Undang N0. 62 Tahun 195 8 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
f.
Undang-Undang No. 3 Tahun 1976 tentang Perubahan atas Pasal 18 Undang-Undang
No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
g.
Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
A.
KONSTITUSIONALISME
1.
Gagasan tentang Konstitusionalisme I
Gagasan
bahwa kekuasaan negara harus dibatasi serta hak-hak dasar rakyat dijamin dalam
suatu konstitusi negara dinamakan konstitusionaiisme. Carl J. Friedrich
berpendapat “konstitusionalisme adalah gagasan bahwa pemerintah merupakan suatu
kumpulan aktivitas yang diselenggarakan atas nama rakyat, tetapi yang tunduk
pada beberapa pembatasan yang dimaksud untuk memberijaminan bahwa kekuasaan
yang diperlukan untuk pemerintahan tidak disalahgunakan oleh mereka yang
mendapat tugas untuk memerintah. Pembatasan yang dimaksud termaktub dalam
konstitusi.” (Taufiqurrohman Syahuri, 2004)
BAB V DEMOKRASI DAN PENDIDIKAN
DEMOKRASI
A.
HAKIKAT DEMOKRASI
Kata
demokrasi dapat ditinjau dari dua pengertian, yaitu a. pengertian secara bahasa
atau etimologis, dan b. pengertian secara istilah atau terminologis.
1.
Pengertian Etimologis Demokrasi
Dari
sudut bahasa (etimologis), demokrasi berasal dan bahasa Yunani lagi;: demos
yang berarti rakyat dan cratos atau cratein yang berarti pemerintah atau
kekuasaan
2.
Pengertian Terminologis Demokrasi
Dari
sudut terminologi, banyak sekali definisi demokrasi yang dikemukakan oleh
beberapa ahli politik. Masing-masing memberikan definisi dari sudut pandang
yang berbeda. Berikut ini beberapa definisi tentang demokrasi.
a.
Menurut Harris Soche Demokrasi adalah bentuk pemerintahan rakyat, karena itu
kekuasaan Pemerintahan itu melekat pada diri rakyat, diri orang banyak dan
merupakan hak bagi rakyat atau orang banyak untuk mengatur, mempertahankan, dan
melindungi dirinya dari paksaan dan pemerkosaan orang lam atau badan yang
diserahi untuk memerintah.
3.
Demokrasi sebagai Bentuk Pemerintahan
Demokrasi
pada masa lalu dipahami hanya sebagai bentuk pemerintahan. Demokrasi adalah
salah satu bentuk pemerintahan. Akan tetapi, sekarang ini demokrasi dipahami
lebih luas lagi sebagai sistem pemerintahan atau politik. Konsep demokrasi
sebagai bentuk pemerintahan berasal dari para filsuqunarii, Dalam pandangan
ini, demokrasi merupakan salah satu bentuk pemerintahan.
4.
Demokrasi sebagai Sistem Politik Pada masa sekarang demokrasi dipahami tidak
semata suatu bentuk pemerintahan tetapi sebagai sistem politik Sistem politik
cakupan yang lebih dari sekedar bentuk pemerintahan.
5.
Demokrasi sebagai Sikap Hidup
perkembangan
ham menunjukkan bahwa demokrasi tidak hanya dipahami sebagai bentuk.
pemerintahan dan sistem politik, tetapi demokrasi dipahami sebagai sikap hidup
atau pandangan hidup demokratis. Pemerintahan atau sistem politik demokraSi
tidak datang, tumbuh dan berkembang dengan sendirinya. DemokraSi bukanlah sesuatu
yang taken for granted.
B.
DEMOKRATISASI
Di
samping kata demokrasi, dikenal juga istilah demokratisasi. Demokratisasi
adalah penerapan kaidah-kaidah atau prinsip-prinsip demokrasi pada setiap
kegiatan politik kenegaraan. Tujuannya adalah terbentuknya kehidupan politik
yang bercirikan demokrasi. Demokratisasi merujuk pada proses perubahan menuju
pada sistem pemerintahan yang lebih demokratis.
C.
DEMOKRASI DI INDONESIA
1.
Demokrasi Desa
2.
Demokrasi Pancasila
3.
Perkembangan Demokrasi Indonesia
D.
LANDASAN POLITIK DEMOKRASI
1.
Landasan Sistem Politik Demokrasi di Indonesia Berdasarkan pembagian sistem
politik, ada dua pembedaan, yaitu sistem politik demokrasi dan sistem politik
nondemokrasi (Samuel Huntington, 2001).
Sistem
politik demokrasi didasarkan pada nilai, prinsip, prosedur, dan kelembagaan
yang demokratis.
2.
Sendi-Sendi Pokok Sistem Politik Demokrasi Indonesia
a.
Ide kedaulatan rakyat
b.
Negara berdasar atas hukum Negara demokrasi adalah juga negara hukum.
c.
Bentuk republik
3.
Mekanisme dalam Sistem Politik Demokrasi Indonesia
Pokok-pokok
dalam sistem politik Indonesia sebagai berikut.
a.
Merupakan bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas. Disamping
adanya pemerintah pusat terdapat pemerintah daerah yang memiliki hak otonom.
b,
Bentuk pemerintahan republik, sedangkan sistem pemerintahan presidensiil.
c.
Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan wakil
presiden dipilih secara langsung oleh rakyat untuk masa jabatan 5 tahun.
d.
Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada
presiden. Presiden tidak bertanggung jawab kepada MPR maupun DPR. Di samping
kabinet, presiden dibantu oleh suatu dewan pertimbangan.
BABVI NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA
A.
KONSEP DAN CIRI NEGARA HUKUM
1.
Pengertian Negara Hukum
Negara
hukum merupakan terjemahan dari istilah Rechsstaat atau Rule of Law. Rechsstaat
atau Rule of Law itu sendiri dapat dikatakan sebagai bentuk perumusan yuridis
dari gagasan konstitusionalisme. Oleh karena itu, konstitusi dan negara (hukum)
merupakan dua lembaga yang tidak terpisahkan,
2.
Negara Hukum Formil dan Negara Hukum Materiil Salah satu ciri penting dalam
negara yang menganut konstitusionalisme yang hidup pada abad ke-1 9 adalah
sifat pemerintahannya yang pasif, artinya pemerintah hanya sebagai wasit atau
pelaksana dari berbagai keinginan rakyat yan g dirumuskan para wakilnya di
parlemen. Di sini peranan negara lebih kecil daripada peranan rakyat karena
pemerintah hanya menjadi pelaksana (tunduk pada) keinginan-keinginan rakyat
yang diperjuangkan secara liberal untuk menjadi keputusan parlemen.
HAK
ASASI MANUSIA DI INDONESIA
1.
Pengakuan Bangsa Indonesia Akan Hak Asasi Manusia
a.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alinea Pertama
b.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alinea Keempat
c.
batang tubuh undang undang Dasar 1945
BAB VII WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI
GEOPOLITIK INDONESIA
A.
PENGERTIAN, HAKIKAT, DAN KEDUDUKAN WAWASAN NUSANTARA
1.
Hakikat Wawasan Nusantara .
Jawaban
atas pertanyaan di muka menjadi hakikat dari Wawasan Nusantara. Kita memandang
bangsa Indonesia dengan nusantara merupakan satu kesatuan. Jadi, hakikat
Wawasan Nusantara adalah keutuhan bangsa dan kesatuan wilayah nasional. (Ingat,
rumusan dalam GBHN --persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah-).
Dengan kata lain, hakikat Wawasan Nusantara adalah ”persatuan bangsa dan
kesatuan wilayah”. Bangsa Indonesia yang dari aspek sosial budaya adalah
beragam serta dari segi kewilayahan bercorak nusantara, kita pandang merupakan
satu kesatuan yang utuh.
B.
LATAR BELAKANG KONSEPSI WAWASAN NUSANTARA
Mengapa
bangsa Indonesia memandang diri dengan lingkungan tempat tinggalnya sebagai
satu kesatuan yang utuh? Mengapa Indonesia harus kita pandang sebagai bangsa
yang satu dengan wilayah yang satu pula? Mengapa perlu memiliki cara pandang
yang demikian? Jawaban atas pertanyaan tersebut merupakan latar belakang akan
lahirnya konsepsi Wawasan Nusantara. Latar belakang atau faktor-faktor yang
memengaruhi tumbuhnya konsepsi Wawasan Nusantara adalah sebagai berikut.
1.
Aspek historis.
2.
Aspek geografis dan sosial budaya.
3.
Aspek geopolitis dan kepentingan nasional.
BAB VIII KETAHANAN NASIONAL SEBAGAI
GEOSTRATEGI INDONESIA
Geostrategi
adalah suatu cara atau pendekatan dalam memanfaatkan kondisi lingkungan untuk
mewujudkan cita-cita proklamasi dan tujuan nasional. Ketahanan nasional sebagai
geostrategi bangsa Indonesia memiliki pengertian bahwa konsep ketahanan
nasional merupakan pendekatan yang digunakan bangsa Indonesia dalam
melaksanakan pembangunan dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan
nasionalnya. Ketahanan nasional sebagai suatu pendekatan merupakan salah satu
pengertian dari konsepsi ketahanan nasional itu sendiri
PEMBELAAN
NEGARA
Terdapat
hubungan antara ketahanan nasional suatu negara dengan pembelaan negara.
Kegiatan pembelaan negara pada dasarnya merupakan usaha dari warga negara untuk
mewujudkan ketahanan nasional.
Bela
negara biasanya selalu dikaitkan dengan militer atau militerisme, seolah-olah
kewajiban dan tanggung jawab untuk membela negara yang terletak pada Tentara
Nasional Indonesia. Padahal berdasarkan Pasal 27 dan 30 UUD 1945, masalah bela
negara dan pertahanan negara merupakan hal dan kewajiban setiap warga negara
Republik Indonesia Bela negara adalah upaya setiap warga negara untuk
mempertahankan Republik Indonesia dari ancaman, baik dari luar maupun dalam
negeri.
1. Dilihat
dari aspek tampilan buku (face value), buku utama memiliki tampilan yang hampir
mirip dengan buku pembanding, tetapi buku utama memiliki gambar seperti peta
dunia dengan warna yang cerah dan membuat latar coklat pada buku utama menjadi
lebih hidup, tidak dengan buku pembanding yang hanya terdapat gambar peta dari
negara indonesia dengan latar coklat dan gambar peta juga hampir menyerupai
sehingga jika tidak melihatnya dengan dekat terlihat tidak terdapat apa apa
disana.
2. Dari
aspek layout dan tata letak, serta tata tulis, termasuk penggunaan font adalah:
buku utama memiliki tata letak dan layout yang tepat, terutama pada tata tulis
yang rapi dan memiliki font yang besar, warna yang di tawarkan juga sangat
berani dan mencolok. Sehingga pembaca akan dengan mudah untuk membaca font
tersebut walaupun dari jauh sekalipun. Sedangkan pada buku pembanding tata
letak yang ditawarkan sedikit menjorok kebawah dan sub judul dari buku tersebut
tidak memiliki warna font yang sesuai sehingga para pembaca cuman akan melihat
judulnya saja
3. Dari
aspek isi buku: kedua buku tersebut memiliki isi yang hampir sama, tetapi pada
buku utama penulis menambahkan di belakang buku mengenai UUD 1945 dan juga UU
yang ada di Indonesia dengan lengkap sehingga pembaca bisa dengan mudah mencari
pasal-pasal yang dibutuhkannya. Sedangkan di buku pembanding, penulis hanya
menjabarkan keterkaitan suatu kasus dengan beberapa pasal saja. Buku utama
memiliki banyak sekali tabel dan juga pradigma yang membuat pembaca tidak bosen
karena isi buku yang begitu-gitu aja.
4. Dari
aspek tata bahasa, buku tersebut adalah tata bahasa yang di jabarkan oleh buku
utama ditemukan beberapa kata-kata yang tidak baku dan sesuai, sedangkan dibuku
pembanding memiliki tata bahasa yang tertata rapi.
2. Dari
aspek layout dan tata letak, serta tata tulis, termasuk penggunaan font adalah:
buku utama memiliki terlalu banyak tulisan di cover dan memiliki font yang
berukuran cukup kecil untuk dibaca para pembaca dari jauh, dan itu membuat para
pembaca harus membaca cover buku tersebut dari dekat. Pada font setiap BAB pada
buku ini juga kurang konsisten dan terlalu banyak model sehingga buku tersebut
terkesan berlebihan berbeda dengan buku pembanding yang memiliki font yang
simple dan tidak banyak model. Hanya ada 2 model tulisan yang ada didalam buku
tersebut
3. Dari
aspek isi buku: kedua buku tersebut memiliki isi yang hampir sama, tetapi pada
buku utama memiliki Pradigma Ketatanegaraan Republik Indonesia yang tidak
dijelaskan oleh penulis, sedangkan pada buku pembanding Pradigma tersebut
dijelaskan dengan sangat baik.
4. Dari
aspek tata bahasa, buku tersebut adalah tata bahasa yang di jabarkan oleh buku
utama ditemukan beberapa kata-kata yang tidak baku dan sesuai, sedangkan dibuku
pembanding memiliki tata bahasa yang tertata rapi.
BAB III
PENUTUP
Bangsa ialah
sekumpulan orang yang senasib, mempunyai perasaan untuk bersatu karena memilik
kesamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarah serta pemerintaha sendiri.
Bangsa
tersebut terikat karena kesatuan, bahasa, dan wilayah tertentu dibumi ini.
Perjuangan kebangsaan Indonesia dimulai dengan munculnya kesadaran perjuangan
yang bersifat nasional dengan dibentuknya pergerakan nasional Budi Utomo pada
tanggal 20 Mei 1908. Tekad perjuangan kemerdekaan ini ditegaskan dengan sumpah
pemuda 28 Oktober 1928 dengan ikrar “ Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Menjunjung Bahasa
Persatuan Bahasa Indonesia”
Wawasan
kebangsaan tersebut kemudian mencapai satu tonggak sejarah, bersatu pada
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 lahirnya Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Timbulnya negara adalah soal
kenyataan. Mungkin sesuatu tidak akan terjadi apabila Tuhan tidak
memperkenankanya. Hak adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan
penggunaanya tergantung kepada mereka sendiri contoh, hak mendapatkan
pengajaran. Kewajiban adalah sesuatu yang
harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab. Warga negara adalah penduduk yang sepenuhnya dapat diatur oleh pemerintah
negara tersebut dan mengakui pemerintahanya sendiri Di Indonesia, siapa siapa yang menjadi warga negara telah disebutkan dalam Undang Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun
2006
Dengan ditulisnya critical book ini yang
menjelaskan Hak dan Kewajiban Warga Negara sebagai anggota masyarakat ini,
semoga kita semua bisa benar benar memahami tentang apa yang seharusnya kita
dapatkan sebagai warga negara di negeri ini. Sehingga jika ada hak –hak yang
kita dapatkan kita bisa memperjuangkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Saleh,
Sarbaini. 2008. Pendidikan
Kewarganegaraan “Mewujudkan Masyarakat Madani”. Bandung: Citapustaka Media
Perintis
Winarno.
2007. Pradigma Pendidikan Kewarganegaraan
“Panduan Kuliah di Perguruan Tinggi Negeri”. Jakarta: Sinar Grafika Offset
Comments
Post a Comment