REVIEW BOOK: Konsep Sekolah Inklusi Yang Humanis

CRITICAL BOOK REVIEW (CBR) 
PENDIDIKAN INKLUSI

KELENGKAPAN BUKU


1.      Judul Buku                       : Konsep Sekolah Inklusi Yang Humanis
2.      Pengarang                        : Wahyu Triarni & Dwi Rakhmawati
3.      Penerbit                            : Familia
4.      Tahun Terbit                     : Desember 2013
5.      Kota Terbit                       : Yogyakarta
6.      Hal. dan Tebal buku         : 80 hal, 14,8x21 cm
7.      ISBN                                : 978-602-9434-75-0
8.      Foto Sampul                     :


BAB I
PENDAHULUAN


Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang– Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat disimpulkan bahwa negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu. Hal ini menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus atau anak luar biasa berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya dalam pendidikan.

Selama ini, layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia disediakan melalui tiga macam lemabaga pendidikan yaitu, Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu. SLB, sebagai lembaga pendidikan khusus tertua, menampung anak dengan jenis kelainan yang sama sehingga ada SLB untuk anak dengan hambatan penglihatan (Tunanetra), SLB untuk anak dengan hambatan pendengaran (Tunarungu), SLB untuk anak dengan hambatan berpikir/kecerdasan (Tunagrahita), SLB untuk anak dengan hambatan (fisik dan motorik (Tunadaksa), SLB untuk anak dengan hambatan emosi dan perilaku (Tunalaras), dan SLB untuk anak dengan hambatan majemuk (Tunaganda). Sedangkan SDLB menampung berbagai jenis anak berkebutuhan khusus. Sementara itu pendidikan terpadu adalah sekolah reguler yang juga menampung anak berkebutuhan khusus, dengan kurikulum, guru, sarana pengajaran, dan kegiatan belajar mengajar yang sama. Namun selama ini baru sedikit sekolah yang mau menampung anak berkebutuhan khusus. Sebagian besar yang lain masih menolak dan keberatan menerima anak berkebutuhan khusus di sekolah regular (umum).

Pada umumnya, lokasi SLB berada di ibu Kota Kabupaten, padahal anak–anak berkebutuhan khusus tersebar hampir di seluruh daerah (kecamatan/desa), tidak hanya di ibu kota kabupaten. Akibatnya sebagian dari mereka, terutama yang kemampuan ekonomi orang tuanya lemah, terpaksa tidak disekolahkan karena lokasi SLB jauh dari rumah, sementara kalau akan disekolahkan di SD terdekat, sekolah tersebut tidak bersedia menerima karena merasa tidak mampu melayaninya. Sebagian yang lain, mungkin selama ini dapat diterima di sekolah terdekat, namun karena ketiadaan guru pembimbing khusus akibatnya mereka beresiko tinggal kelas dan akhirnya putus sekolah. Permasalahan di atas dapat berakibat pada kegagalan program wajib belajar.

1.      Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak (termasuk anak berkebutuhan khusus) mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan kebutuhannya.
2.      Membantu mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar
3.      Membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan angka tinggal kelas dan putus sekolah
4.      Menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman, tidak diskriminatif, serta ramah terhadap pembelajaran

1.      dapat mengembangkan kecerdasan emosional dengan berkembangnya rasa   empati dan solidaritas.
2.      memiliki kesempatan belajar secara langsung,nyata, serta objektif mengenai berbagai karakteristik teman sebaya.
3.      menyadari bahwa setiap individu adalah unik dengan ciri karakteristik yang khas dan kemampuan yang berbeda-beda


BAB II
ISI BUKU


PENDAHULUAN
Mendidik Ala Chef?
Mendidik memang tidak sama dengan memasak. Tapi filosofi dalam memasak bisa sangat tepat jika kita gunakan dalam mendidik. Banyak sekali hal hal yang bisa dianalogikan.
Jika di bidang masak memasak ada makanan sehat dan tidak sehat, di pendidikan juga begitu. Ada pendidikan yang sehat dan tidak sehat. Jika makanan sehat akan membawa kebaikan bagi orang yang memakannya, maka pendidikan yang sehat akan membawa kebaikan bagi guru dan anak didiknya. Bahkan secara lebih luas, makanan sehat akan membuat masyarakat sehat, begitu juga pendidikan. Nah, pendidikan yang sehat inilah yang merupakan sebagian dari konsep pendidikan yang humanis.
Lalu pendidikan yang tidak humanis itu seperti apa?
Tentunya pendidikan yang tidak sehat. Pendidikan yang seperti makan, tidak sehat, tetapi kita tetap memakannya dan sulit melepaskan dari menu makan kita sehari hari, bahkan menjadi sebuah menu yang favorit. Seperti yang kami kutip dari Eny Rahma Zaenah(2013), ada hal hal yang membuat pendidikan menjadi tidak sehat:
  1. Orang tua yang memandang sekolah sebagai mesin pencipta perubahan dan mengondisikan anak sebagai produk yang bisa disulap seketika.
  2. Orang tua dan sekolah yang hanya berorientasi pada hasil nilai ujian.
  3. Orang tua yang memandang anak sebagai produk yang harus diarahkan sesuai kehendak mereka, dan bukannya memandang anak sebagai pribadi yang memiliki talenta khas untuk berkembang sesuai jati diri mereka.
  4. Suasana sekolah yang menegangkan dengan pendidik pendidik yang memosisikan dirinya sebagai pihak yang boleh menekan.
  5. Situasi persaingan yang diciptakan dengan keras. Sebutan anak bodoh dan anak pintar yang menciptakan trauma.
Apa itu anak berkebutuhan khusus?
Dalam Profil Pendidikan Inklusif di Indonesia yang dikeluarkan Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa tahun 2010, yang disebut sebagai anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah:
  1. Anak yang karena internalnya mengalami kecacatan/kelainan (disability) membutuhkan layanan pendidikan khusus, seperti: tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, tuna grahita, tuna daksa, tuna laras, berkesulitan belajar, autis, memiliki gangguan motorik, anak berbakat dan berkecerdasan istimewa, tuna ganda, memiliki kelainan lainnya
  2. Anak yang karena kondisi eksternalnya mengalami hambatan dalam belajar sehingga membutuhkan layanan pendidikan khusus, seperti anak anak dengan faktor gender, suku asli, pekerja anak, anak yang terinfeksi hiv/iads, anak pekerja migran, anak korban bencana alam, rural (termasuk juga rural exodus), anak di daerah terpencil arau pulau terpencil, anak suku minoritas, anak jalanan, anak yang tersangkut kasus hukum, dll
Apa itu lnkluslf?
Selain anak berkebutuhan khusus, ada juga istilah inklusif. lnklusif adalah kebalikan dari eksklusif. Pendidikan inklusif merupakan salah satu kebijakan nasional dalam rangka penuntasan wajib belajar pendidikan dasar.
Pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar dengan anak sebayanya di sekolah regular yang terdekat dengan tempat tinggalnya.
Pendidik yang seperti apa?
Di dunia kuliner, ada sebuah simbol keprofesionalan seorang ahli memasak. Mereka memiliki semacam topi yang sering dipakai oleh para chef. Bentuknya bermacam macam. Tidak ada yang baku, meskipun akhirnya ada kesepakatan kesepakatan. Namun, ada satu hal yang diketahui bersama, yang menjadi kekhasan topi koki tersebut.
Nah, bagaimana dengan guru guru kita?
Mungkin cita cita mewujudkan guru yang profesional sudah mulai tercapai. Sekarang ini sudah ada sertifikasi guru, yang harapannya akan memunculkan guru guru yang profesional dan berkualitas. Tapi menjadikan guru guru profesional yang benar benar profesional, sepertinya merupakan pekerjaan kita selanjutnya.
Apa ukuran keberhasilan dari semua itu?
Nah, tentu di dunia pendidikan, ada juga ukuran keberhasilan kita dalam mendidik. Nilai, output, peringkat sekolah, prestasi di tingkat nasional atau internasional, dan lain lain. Pastinya, sistem yang sudah disediakan perangkatnya oleh pemerintah menjadi acuan kita bersama. Tapi, ada satu hal yang sederhana yang bisa kita jadikan ukuran keberhasilan kita dalam mengajar.

MENU 1
Stop! Hentikan kebiasaan Buruk Itu
Katanya, segala perilaku yang sudah menjadi kebiasaan disebut budaya. Oleh sebab itu, bentuk penilaian perilaku di sistem kurikulum baru kita disebut dengan istilah membudaya. Nah, berbagai hal yang disebutkan di bawah ini apakah sudah membudaya di kalangan kita? Mari kita jujur dan jangan ada dusta di antara kita. 13 budaya terlarang di kelas kita itu antara lain:
1. Mengajar Tanpa Persiapan
2. Mengajar Tanpa Buku Referensi
3. Tidak Memahami Karakter Anak, Bahkan Namanya Saja TidakTahu
4. Memberi Banyak PR Tanpa Mengkoreksi
5. Memberi Nasihat Padahal Kita Sendiri Tidak Melakukannya
6. Copy Paste Silabus, Program Tahunan, Program Semester, RPP Tahun yang Lalu untuk Memenuhi Syarat Administrasi
7. Metode Pembelajaran yang Monoton
8. Datang, Mencatat, Pulang
9. Membiarkan Anak Menyontek Aga: Nilainya Bagus
10.Menje|askan Materi Tanpa Tahu Anak Didik Paham atau Tidak
11. Sebut Nama Keluar Nilai
12.Tidak Pernah Melakukan Analisis Nilai
13.Menjelaskan Perkembangan Anak Didik kepada Orang Tua dengan Kalimat Standar

MENU 2
Beraneka Rasa Banyak Pilihan
Saat ini, pemerintah sedang gencar gencarnya mengampanyekan konsep pendidikan inklusif. Konsekuensi konsep pendidikan inklusi adalah, sekolah harus mau menerima minimal 1 anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama dengan teman-teman yang lain.
Pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dalam panduan penanganan ABK, menekankan bahwa keberadaan pendamping bagi anak berkebutuhan khusus memiliki makna yang berarti bagi proses perlindungan dan tumbuh kembangnya. Dalam panduan tersebut. penanganan ABK bagi pendamping orangtua, keluarga dan masyarakat, membagi jenis anak berkebutuhan khusus menjadi 12 macam. antara lain;
  1. Anak disabilitas penglihatan
  2. Anak disabilitas pendengaran
  3. Anak disabilitas intelektual
  4. Anak disabilitas fisik
  5. Anak disabilitas sosial
  6. Anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD)
  7. Anak dengan gangguan spektrum autisma atau autism spectrum disorders (ASD)
  8. Anak dengan gangguan ganda
  9. Anak lamban belajar atau slow learner
  10. Anak dengan kesulitan belajar khusus atau specifr learning disabilities
  11. Anak dengan gangguan kemampuan komunikasi
  12. Anak dengan potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa
Kebanyakan anak didik yang mengalami ketunaan di atas belajar di SLB. Jenis SLB nya sesuai dengan tipe ketunaanya. Namun tidak menuntut kemungkinan mereka bersekolah di sekolah umum. Yang perlu dicatat adalah, faktor sumber daya manusianya. Apakah di sekolah itu ada guru yang memiliki kemampuan menangani anak didik anak didik tersebut. Selain itu juga sarana dan prasarananya tentunya. Adapun anak berkebutuhan khusus yang biasa masuk di ke sekolah inklusif antara lain anak yang:
1.      Berkesulitan belajar
2.      Lamban belajar
3.      ADHD Atau Attention Deficits and Hyperactiviyi Disorder
4.      Spectrum Autisma
Perilaku yang disebabkan oleh hiperaktivitas impulsivitas:
  1. Gelisah atau sering menggeliat di tempat duduk
  2. Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau situasi lain dimana seharusnya duduk tenang
  3. Berlari berlebihan atau memanjat manjat yang tidak tepat situ asinya (pada remaja atau dewasa terbatas pada perasaan tidak dapat tenang/ gelisah)
  4. Kesulitan bermain atau terlibat di dalam kegiatan yang meny enangkan
  5. Seolah selalu terburu buru atau bergerak terus seperti mesin ' Berbicara terlalu banyak
  6. Sering menjawab pertanyaan sebelum selesai diberikan
  7. Kesulitan menunggu giliran
  8. Menyela atau memaksakan pendapat kepada orang lain.
Apa yang dibutuhkan di kelas?
Yang pasti perhatian. Anak ini membutuhkan perhatian yang lebih dari gurunya. Apalagi biasanya anak ini akan berpengaruh pada klasikal yang mungkin membuat kelas menjadi ramai, gaduh, dan tidak terkendali. Tentunya ia juga harus diajak untuk membuat kesepakatan kesepakatan, agar perilakunya mudah terkendali.

MENU 3
Pilih yang Sesuai Kebutuhan, Bukan Sesuai Keinginan
Bagaimana tekniknya?
Ada hal yang membuat nyaman bagi pada pendidik yang mengajar di sekolah inklusi. Pemerintah dalam hal ini memberikan sebuah aturan yang manusiawi agar pelaksanaan pendidikan inklusif di Indonesia berjalan dengan baik yang dirumuskan dalam prinsip prinsip penyelenggaraan sekolah inklusif.
Prinsip prinsip penyelenggaraan sekolah inklusif
Penyelenggaraan sekolah inklusif mengacu pada prinsip Heksibilitas, baik pada aspek penempatan kurikulum, pengelolaan pembelajaran, sistem penilaian, sistem penentuan kenaikan kelas maupun penentuan kelulusan dengan tetap merujuk pada standar pendidikan nasional.
Memang pada pelaksanaannya akan sedikit membingungkan, karena dari pemerintah sendiri belum ada detail teknis. Tetapi prinsip inilah yang bisa kita jadikan patokan untuk kita mengajar di kelas kelas kita.

MENU 4
Mengetahui Sifat Bahan, Jurus Awal Menyajikan Kelezatan
Untuk guru:
  1. Guru akan dengan mudah berkomunikasi dengan anak didik dengan suasana yang akrab dan hangat
  2. Guru akan lebih mudah mengetahui cara belajar yang seperti apa yang mereka sukai, sehingga pembelajaran lebih optimal
  3. Guru akan lebih bisa memberi toleransi kepada anak didiknya, terutama yang mungkin karena karakter yang berbeda, sehingga harus berbeda pula cara perlakuannya
  4. Saat terjadi konflik antar anak didik, guru akan lebih bisa mengatasinya, atau lebih mudah mencari solusi sesuai dengan karakter anak didik tersebut
  5. Guru dengan mudah bisa mengoptimalkan potensi yang dimiliki anak didik
  6. Guru bisa mengetahui cara yang lebih jitu untuk memotivasi belajar anak didik
Untuk siswa
Anak didik akan merasa diperhatikan oleh gurunya. Itu akan membawa kebanggaan tersendiri untuknya Kebanggaan itu akan memunculkan motivasi belajar dan konsep diri yang baik, yang akan membuat anak didik bersemangat untuk belajar dan berprestasi Dengan bantuan guru, anak didik bisa mengembangkan potensi yang dimilikinya Kesan yang diperolehnya terhadap guru, akan terus diingat hingga kelak kemudian hari mereka dewasa. Motivasi yang terbentuk bukan hanya motivasi jangka pendek saja, tetapi juga jangka panjang. Tak jarang, ada orang orang yang sangat hebat dan berhasil, yang ternyata jika ditanya, itu karena gurunya saat orang itu masih kecil
Untuk orang tua
  1. Orang tua merasa senang karena anaknya diperhatikan. itu hal yang paling menggembirakan tentunya untuk orang tua. Apalagi jika guru bisa menceritakan perkembangan anaknya secara detail.
  2. Orang tua akan merasa nyaman menyekolahkan anaknya. Tanpa berpikir yang macam macam di sekolah, tanpa ada rasa khawatir sedikitpun
  3. Orang tua akan lebih kooperatif terhadap program program yang dilaksanakan oleh sekolah.
  4. Orang tua bisa menjadi humas sekolah untuk mempromosikan sekolah kepada masyarakat. Jika hal hal yang baik didapat orang tua, itu menjadi kepuasan tersendiri dan akan sangat menguntungkan sekolah
Karakter Anak Didik
Hal pertama yang harus kita ketahui dari anak, setelah namanya tentunya, adalah karakter anak. Mengapa karakter anak ini begitu penting kita ketahui, karena memang, ini akan mempermudah kita dalam berinteraksi dn dalam proses belajar mengajar.
Teori Imanuel Kant membagi karakter dasar manusia menjadi 4 jenis, yaitu Sanguinis, Melancholis, Kholeris, dan Phegmatis. Memang tidak satu dua hari kita langsung bisa mendapatkan hasilnya, kecuali bagi anak anak yang berkarakter kuat. Beri waktu l bulan untuk melakukan proses ini. Pasti kita akan sangat terbantu. Akan lebih baik jika kita memiliki catatannya. Karena kadang, ingatan kita terbatas, dan bukan hanya karakter anak saja yang harus kita ingat.
Adapun keempat karakter itu adalah sebagai berikut:

A.        Sanguinis
B.         Melancholis
C.         Kholeris
D.        phlegrnatis


Kecerdasan Anak Didik
Ada banyak teori kecerdasan. Namun yang mudah kita implementasikannya di kelas kita adalah teori kecerdasan majemuk yang ditemukan Howard Gardner. 8 kecerdasan menurut Howard Gardner


1.      Kecerdasan Linguistik Komponen inti
2.      Kecerdasan Matematis Logis Komponen inti
3.      Kecerdasan Visual Spasial Komponen inti
4.      Kecerdasan Musikal
5.      Kecerdasan Kinestetis
6.      Kecerdasan Interpersonal
7.      Kecerdasan Intrapersonal
8.      Kecerdasan Naturalis
Dengan mengetahui karakter dan kecerdasan anak didik, kita akan lebih mudah mengembangkan potensi mereka. Beberapa faktor internal di bawah ini bisa kita lihat jug dalam diri anak didik, dan pastinya, tugas kita bersama untuk mengembangkannya ke arah yang lebih baik, sehingga kita benar-benar bisa mengoptimalkan seluruh potensinya. Dan itulah yang dinamakan sekolah yang humanis.
Faktor-faktor tersebut antara lain taraf kecerdasan, konsep diri, motivasi berprestasi, minat, bakat, sikap. dan sistem nilai.
a.       Taraf kecerdasan
b.      Konsep diri
c.       Motivasi Berprestasi
d.      Minat Minat 
e.       Bakat
f.       Sikap
g.      Sistem nilai


MENU 5
Rasa Bintang Lima Harga Kaki Lima
Benarkah orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus tidak boleh miskin? Tentu kita harus melihat fakta fakta umum berikut ini agar mengetahui jawabannya.
  1. Semakin bertambahnya jumlah anak kebutuhan khusus dari tahun ke tahun. Sedikit banyak ini dipengaruhi oleh perkembangan teknologi, perubahan gaya hidup, pola asuh, dan pola makan. Saat ini semakin banyak anak anak yang belum tuntas tugas perkembangannya, banyak anak yang mengalami kelainan atau gangguan baik itu secara fisik, emosional, maupun sosial.
  2. Perkembangan ini belum diimbangi dengan banyaknya sekolah untuk anak anak berkebutuhan khusus. Baik di SLB maupun di sekolah sekolah inklusif.
  3. Apalagi jika pemerintah kota/kabupaten tidak memiliki komitmen yang kuat terhadap pendidikan inklusif. Sekolah inklusifyang ada semata mata hanya untuk menggugurkan kewajiban agar tidak terkena sanksi dari pemerintah pusat.
  4. Bagi kota atau kabupaten yang sudah memiliki beberapa sekolah inklusipun, belum mampu memberikan solusi. Karena sebagian besar sekolah memberikan kuota terhadap anak berkebutuhan khusus yang ingin belajar di sekolah itu. Sumber daya di sekolah menjadi alasan utamanya.
  5. Akhirnya, agar tetap bisa bersekolah, orang tua terpaksa menyekolahkan anaknya ke sekolah inklusif swasta yang sangat mahal. Memang, di sana anaknya dilayani secara optimal. Dari sisi pelayanan, mungkin tidak perlu diragukan lagi. Tapi dari sisi biaya?
  6. Menyekolahkan anak berkebutuhan khusus perlu komitmen yang tinggi, termasuk komitmen untuk mengeluarkan uang dengan jumlah yang cukup besar.
  7. Memang akan tergantung dari gangguan atau kelainannya. Ada yang ringan, ada yang berat. Ada yang memerlukan satu guru pembimbing khusus, ada yang tidak.
Setiap buku memiliki keunggulannya masing masing, buku ini memiliki ke unggulan diantaranya: sampul pada buku ini memiliki gambar yang sangat menarik, mengenai sekolah inklusi dan menjadi tanda bahwa inilah sekolah inklusi. Jadi ketika kita mencari dan melihat cover depannya kita dapat langsung mengetahuinya. Layout, tata letak dan tata tulis pada buku ini tertata dengan sangat rapi dan baik. Buku ini memiliki karakter isi yang berbeda, memang didalam buku ini membahas mengenai pendidikan inklusi tetapi penulis menyampaikannya dengan cara yang berbeda yaitu dengan menggunakan istilah istilah mengenai chef dan memasak. Penyampaian yang dijabarkan oleh penulis juga sangat mudah di mengerti dan diingat. Bahasa yang penulis gunakan juga sangat mudah untuk di pahami para pembaca. Buku ini tidak begitu tebel tetapi pembahasan yang dijabarkan begitu lengkap. Daftar pustaka pada buku ini juga sangat banyak yang berarti penulis memiliki referensi yang banyak mengenai pendiidikan inklusi
Kelemahan pada buku ini adalah: pada cover buku ini latar yang disajikan sedikit monoton, yaitu hanya warna biru tua saja sehingga kurang menarik perhatian para pembaca. Penulis kurang menjabarkan diawal mengenai buku yang dibahasnya, jadi jika kita membaca sekilas mengenai buku ini kita akan sedikit bingung karena akan mengira buku ini untuk memasak bukan untuk pendidikan inklusi.

BAB III
PENUTUP


Salah satu tujuan adanya pendidikan inklusif adalah untuk mendorong terwujudnya partisipasi penuh difabel dalam kehidupan masyarakat. Tujuan yang lain adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua anak mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan kenutuhannya, membantu mempercepat program penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang bermutu, membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan angka tinggal kelas dan putus sekolah, selanjutnya yaitu menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keberagaman, tidak diskriminatif, serta ramah terhadap pembelajaran.
Ada hal yang membuat nyaman bagi pada pendidik yang mengajar di sekolah inklusi. Pemerintah dalam hal ini memberikan sebuah aturan yang manusiawi agar pelaksanaan pendidikan inklusif di Indonesia berjalan dengan baik yang dirumuskan dalam prinsip prinsip penyelenggaraan sekolah inklusif.
Dengan mengetahui karakter dan kecerdasan anak didik, kita akan lebih mudah mengembangkan potensi mereka. Beberapa faktor internal di bawah ini bisa kita lihat jug dalam diri anak didik, dan pastinya, tugas kita bersama untuk mengembangkannya ke arah yang lebih baik, sehingga kita benar-benar bisa mengoptimalkan seluruh potensinya. Dan itulah yang dinamakan sekolah yang humanis.

Dari berbagai peraturan perundangan dan kesepakatan yang ada tersebut telah mencakup hampir semua hak anak-anak berkebutuhan khusus, hannya yang masih menjadi kendala atau permasalahan adalah point pada pelanggaran hak-hak anak yang belum ada sangsinya sehingga masih belum adanya pencapaian hak-hak tersebut secara optimal. Sebagai calon pendidik, harus tetap mampu mewujudkan hak-hak anak berkebutuhan tersebut sehingga tidak ada deskriminasi karena telah diketahui tujuan pendidikan penting bagi semua orang. Masyarakat pun harus memiliki kesadaran untuk peduli dengan anak berkebutuhan khusus bukan tindakan pengucilan yang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA


Triarni, Wahyu. Rakhmawati, Dwi. 2013. Konsep Sekolah Inklusi Yang Humanis. Yogyakatya: Familia

Comments

Popular Posts